1. Adam AS
Manusia pertama diciptakan
Manusia pertama di dunia, moyang
dari seluruh umat manusia. Diciptakan dari tanah oleh Allah SWT, dan kemudian
ditiupkan roh ke dalamnya. Semua makhluk di surga bersujud kepadanya atas
perintah Allah SWT, hanya iblislah yang menolak, krn ia merasa dirinya yang diciptakan
dari api lebih tinggi derajatnya daripada Adam. Sebagai akibatnya, Allah SWT
mengusir iblis dari surga dan melaknatnya sampai hari pambalasan. Sejak itu
iblis bersumpah untuk senantiasa menyesatkan Adam dan keturunannya hingga hari
kiamat nanti, sebagai balasan bagi Adam yang dianggapnya telah menyebabkan ia
terusir dari surga.
Kisah penciptaan Adam,
pembangkangan iblis, dan pengusiran iblis dari surga dinyatakan dalam surat
Al-Baqarah: 30-38, Al-A'râf: 11-18, dan Shâd: 73-83.
Larangan buah Khuldi
Semula Adam AS tinggal seorang
diri di surga, namun kemudian Allah SWT menciptakan Hawa sebagai istrinya.
Iblis tak henti-hentinya menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah khuldi,
satu-satunya buah yang dilarang Allah SWT untuk dimakan di dalam surga. Godaan
iblis ini berhasil, karena pada akhirnya Adam dan Hawa memakan buah itu.
Meskipun sudah menyatakan tobat dan Allah SWT pun sudah menerima tobat mereka,
namun mereka berdua harus keluar dari surga, dan diturunkan ke bumi.
Kisah pelanggaran terhadap
larangan buah khuldi, dan diturunkannya Adam dan Hawa ke bumi terdapat dalam
surat Al-A'râf: 19-25 dan Thaha: 123.
Kisah Anak-anak Adam
Di bumi pasangan Adam dan Hawa
bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan pertama mereka ialah pasangan
kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah
keempat anaknya dewasa, Nabi Adam AS mendapat petunjuk agar menikahkan keempat
anaknya secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Iqlima. Namun
Qabil menolak karena Iqlima lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan
persolan ini kepada Allah SWT, dan Allah SWT memerintahkan kedua putra Adam
untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih
jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling
disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum
yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah SWT menerima kurban dari Habil,
dengan demikian Habil berhak menentukan pilihannya.
Pembunuhan pertama di Bumi
Qabil tidak puas dengan kejadian
ini. Atas hasutan iblis ia lalu membunuh Habil. Inilah pembunuhan pertama yang
terjadi sepanjang sejarah hidup manusia. Setelah saudaranya tewas, Qabil merasa
bingung mengenai apa yang harus ia lakukan terhadap jenazah saudaranya itu. Allah
SWT tidak ingin mayat hamba-Nya yang saleh tersia-sia. Ia memberikan contoh
kepada Qabil melalui perilaku burung yang menggali tanah untuk mengubur mayat
lawannya yang kalah dalam pertarungan. Qabil pun meniru perilaku burung tsb dan
menguburkan jenazah Habil.
Kisah putra-putri Nabi Adam AS
ini terdapat dalam QS Al-Mâ'idah: 27-32.
2. Idris AS
Nabi yang pandai menulis,
menjahit, mengetahui ilmu binatang, dan menunggang kuda. Nabi Idris AS diutus
kepada anak cucu Qabil yang durhaka kepada Allah SWT. Ia merupakan keturunan
ke-6 dari Nabi Adam AS. Ia termasuk salah seorang nabi yang sabar dan taat
beribadah.
Menurut beberapa riwayat, Nabi
Idris AS hidup di Mesir. Ia berdakwah mengajarkan tauhid dan beribadah
menyembah Allah SWT. Ia wafat dalam usia 82 tahun. Ketika Nabi Muhammad SAW
melakukan isra mi'raj, Nabi Idris AS dijumpai di langit ke-6 dan memberi salam
kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam Al Quran terdapat 2 ayat
yang menyebutkan tentang Nabi Idris AS, yaitu surat Maryam ayat 56 dan 57.
3. Nuh AS
Setelah berabad-abad berlalu dari
masa Nabi Idris, dan moral manusia sudah terlalu jauh menyimpang dari
kebenaran, Allah SWT menurunkan seorang nabi bernama Nuh. Ia merupakan
keturunan ke-9 dari Nabi Adam AS.
Ia diangkat menjadi nabi dan
rasul pada usia 480 tahun. Ia menjalankan misinya selama lima abad dan
meninggal dalam usia 950 tahun.
Nabi Nuh terkenal sebagai nabi
yang fasih berbicara, bijaksana, dan sabar dalam menjalankan tugas risalahnya.
Namun demikian, ia hanya mendapatkan pengikut antara 70 sampai 80 orang, itu
pun hanya dari kalangan orang-orang lemah.
Perahu Nabi Nuh
Melihat kaumnya yang keras
kepala, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT supaya kaumnya itu ditimpa musibah.
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Nuh AS dan memerintahkan ia dan pengikutnya
untuk membuat perahu. Segeralah Nabi Nuh AS dan pengikutnya membuat perahu di
atas bukit. Kaumnya yang keras kepala, termasuk seorang anaknya yang bernama
Kana'an, terus mengolok-olok perbuatan Nabi Nuh AS dan kaumnya ini. Di antara
mereka bahkan ada yang berani buang kotoran di dalam kapal yang belum selesai
dibuat itu ketika Nabi Nuh dan pengikutnya sedang tidak ada disana. Namun
akibatnya perut mereka yang buang kotoran itu menjadi sakit. Tak seorang pun
bisa menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka meminta Nabi Nuh untuk
mengobatinya. Nabi Nuh hanya menyuruh mereka membersihkan kapal yang mereka
kotori, setelah itu mereka pun sembuh dari sakit perutnya.
Setelah perahu Nabi Nuh AS
selesai, Nabi Nuh mengajak seluruh pengikutnya naik ke atas kapal. Nabi Nuh
juga membawa seluruh jenis binatang masing-masing sepasang untuk tiap jenis.
Ini supaya kelak jenis hewan tsb bisa berkembang biak kembali dan tidak ikut
punah.
Setelah itu, azab Allah SWT
berupa banjir besar yang dahsyat menghanyutkan seluruh kaumnya. Putra Nabi Nuh
AS, Kana'an, termasuk di antara mereka. Dari atas geladak kapal, didorong oleh
hati kecilnya, Nabi Nuh AS berteriak memanggil anaknya dan menyuruhnya
bertobat, namun Kana'an tetap menolak sehingga akhirnya ia pun tenggelam.
Nabi Nuh AS sangat bersedih dan
menyesali sikap putranya yang tetap keras kepala sampai saat terakhir menjelang
ajalnya. Ia menyampaikan kegundahan perasaannya ini pada Allah SWT. Namun Allah
SWT memberinya peringatan, bahwa meskipun putranya itu adalah keturunannya sendiri,
tapi ia termasuk kafir karena mengingkari ajarannya.
Setelah kaum yang durhaka itu
musnah, azab Allah SWT pun berhenti. Kapal Nabi Nuh AS tertambat di sebuah
bukit. Kisah Nabi Nuh AS termuat di Al Qur'an dalam 43 ayat, 28 ayat
diantaranya terdapat dalam surat Nuh.
4. Hud AS
Nabi Hud AS turun di
tengah-tengah kaum Aad yang terkenal memiliki fisik tegar dan berotot kuat.
Namun moral mereka sangat buruk, di antara mereka berlaku hukum rimba, siapa
kuat, dialah yang menang. Kaum ini hidup di negeri Ahqaf, yaitu antara Yaman
dan Umman. Mereka adalah kaum penyembah berhala-berhala bernama Shamud, Shada,
dan Al Haba. Kejahatan dan kemaksiatan mereka benar-benar keterlaluan.
Nabi Hud adalah seorang yang
berlapang dada, berbudi tinggi, pengasih, penyantun, sabar namun cerdas dan
tegas. Beliau adalah keturunan Sam bin Nuh AS, putra Nabi Nuh. Beliau diutus ke
tengah-tengah kaumnya untuk menegakkan kembali ajaran yang benar. Namun imbauan
Nabi Hud AS agar kaumnya sadar dan melangkah di jalan Allah tidak diindahkan,
sehingga Allah SWT menurunkan azab dalam 2 tahap.
Tahap pertama berupa kekeringan
yang hebat. Nabi Hud AS berusaha meyakinkan mereka bahwa itu adalah azab Allah
dan akan dicabut jika mereka bertobat dan beriman kepada Allah SWT. Kaum Aad
tetap tidak percaya sehingga turunlah azab kedua berupa bencana angin topan
yang dahsyat selama 7 malah 8 hari yang memusnahkan semua ternak dan tanaman.
Bencana itu membinasakan kaum Aad yang congkak. Hanya Nabi Hud AS dan kaumnya
yang selamat dari azab tsb.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Hud
AS terdapat dalam 68 ayat yang tertera dalam 10 surat, diantaranya surat Hûd:
50-60.
5. Saleh AS
Nabi Saleh AS, menurut silsilah,
beliau adalah putra dari 'Ubaidah bin Tsamud bin 'Amir bin Iram bin Sam bin Nuh
AS. Ia diutus ke tengah-tengah bangsa Tsamud yang hidup di bekas reruntuhan
kaum Aad. Bangsa Tsamud ternyata lebih pandai daripada kaum Aad. Setelah kaum
Aad binasa, negeri mereka menjadi tandus dan kering. Kemudian negeri ini
dibangun kembali oleh kaum Tsamud, sehingga bagai disulap menjadi negeri yang
hijau dan makmur.
Akan tetapi seperti kaum
pendahulunya, kaum Tsamud pun menjadi sombong dan lupa diri. Hukum rimba
berlaku lagi, mereka yang kuat menekan mereka yang lemah. Mereka pun tidak mau
mendengarkan dakwah Nabi Saleh AS.
Mukjizat Nabi Saleh AS
Kaum Tsamud menantang Nabi Saleh
AS menunjukkan mukjizat yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Menghadapi tuntutan
yang demikian, tak ada jalan lain bagi Nabi Saleh kecuali memohon kepada Allah
SWT agar memberikan mukjizat kepadanya. Allah mengabulkan doanya. Nabi Saleh AS
kemudian mengajak kaumnya pergi ke kaki gunung. Orang-orang itu mengikuti
ajakan Nabi Saleh, tapi sebenarnya bukan karena mereka mempercayai Nabi Saleh,
melainkan karena mereka berharap agar Nabi Saleh tak dapat mengeluarkan
mukjizat, dengan demikian mereka dapat mengolok-olok dan menghina Nabi Saleh.
Tetapi betapa terkejutnya
orang-orang kafir itu. Tak lama setelah mereka berkumpul di kaki gunung,
muncullah seekor unta betina dari perut sebuah batu karang besar. Unta itu
besar dan gemuk, belum pernah mereka melihat unta sebagus itu.
Nabi Saleh kemudian berpesan pada
kaumnya, "Inilah unta mukjizat dari Tuhanku. Unta ini boleh kalian peras
susunya setiap hari. Susunya tidak akan habis-habis. Tetapi perhatikan pesanku,
unta ini harus dibiarkan berkeliaran bebas, tak seorang pun boleh
mengganggunya. Unta ini berhak meminum air di sumur, bergantian dengan
penduduk. Jika hari ini unta ini minum, maka tak seorang pun dari penduduk
boleh mengambil air sumur. Sebaliknya esok harinya, para penduduk boleh
mengambil air sumur dan unta ini tidak minum air itu sedikit pun juga."
Kedurhakaan kaum Tsamud
Tetapi rupanya keberadaan unta
yang membawa berkah air susu ini membuat orang-orang kafir menjadi iri kepada
Nabi Saleh. Mereka lalu mengadakan sayembara, siapa yang berani membunuh unta
Nabi Saleh akan mendapatkan hadiah berupa gadis cantik. Tersebutlah dua orang
pemuda yang nekad mengikuti sayembara ini. Mereka sudah sepakat akan menikmati
hadiah gadis cantik itu bersama-sama. Sungguh mesum niat kedua pemuda ini.
Demikianlah ketika unta itu baru
saja minum di salah satu sumur penduduk, salah seorang dari pemuda itu
melepaskan anak panah, tepat mengenai kaki unta. Unta itu berlari kesakitan,
namun pemuda yang seorang lagi yang sudah siap dengan golok di tangan segera
menghabisi unta itu. Mereka berhasil membunuh unta itu, dan memperoleh hadiah
yang sudah dijanjikan.
Setelah unta itu mati,
orang-orang kafir merasa lega. Mereka dengan berani menantang Nabi Saleh,
"Hai Saleh, unta yang kau banggakan itu sekarang sudah kami bunuh. Kenapa
tidak ada balasan siksa bagi kami? Kalau kau memang utusan Allah, tentunya kau
dapat mendatangkan siksa yang kau ancamkan kepada kami!"
Berkata Nabi Saleh, "Kalian
benar-benar telah berbuat dosa. Sekarang kalian boleh bersenang-senang selama 3
hari. Sesudah lewat 3 hari, maka datanglah ancaman yang dijanjikan Allah
kepadamu."
Waktu 3 hari itu sebenarnya
adalah kesempatan bagi bangsa Tsamud untuk bertobat, tetapi mereka malah
mengejek Nabi Saleh dan menganggapnya hanya membual. Belum sampai 3 hari mereka
datang lagi kepada Nabi Saleh dan berkata, "Hai Saleh, kenapa tidak kau
percepat datangnya siksa itu kepada kami?"
Nabi Saleh menjawab, "Wahai
kaumku, mengapa kalian meminta disegerakan datangnya siksa? Bukan malah meminta
kebaikan? Mengapa kalian tidak meminta ampun kepada Allah, semoha kalian diberi
ampun."
Azab bagi kesombongan Kaum Tsamud
Diam-diam orang-orang kafir itu
merasa takut. Bukankah ucapan Nabi Saleh selalu terbukti kebenarannya?
Bagaimana kalau siksa itu benar-benar datang kepada mereka?
Maka untuk mencegah datangnya
siksa itu, sehari sebelum waktu yang dijanjikan, mereka mengadakan rapat gelap.
Mereka bermaksud membunuh Nabi Saleh agar siksa itu tak jadi diturunkan.
Sungguh bodoh akal mereka dan sungguh keji tindakan mereka. Apakah mereka
mengira siksaan Allah dapat dibatalkan hanya karena mereka membunuh utusan-Nya?
Maha Suci Allah yang Maha
Pengasih, Dia melindungi hamba-Nya, Nabi Saleh AS. Beliau selamat dari rencana
pembunuhan yang keji itu. Sedang untuk kaum Tsamu sendiri, akibat kedurhakaan
mereka, Allah SWT menurunkan azab yang sangat mengerikan. Bangsa Tsamud
disambar petir yang meledak dan menggelegar membelah angkasa. Bumi juga ikut
murka atas kesombongan bangsa yang ingkar itu. Gempa yang dahsyat telah
menghancurkan dan memporak-porandakan tempat tinggal mereka yang megah dan
besar. Sebelum azab diturunkan, atas kuasa Allah Nabi Saleh AS dan keluarnya
mengungsi ke Ramlah, sebuah tempat di Palestina.
Kisah Nabi Saleh AS termuat di Al
Qur'an dalam 73 ayat yang tersebar di 11 surat, diantaranya surat Al-A'râf:
73-79, Hûd: 61-68, dan Al-Qamar: 23-32.
6. Ibrahim AS
Ibrahim dilahirkan di Babylonia,
bagian selatan Mesoptamia (sekarang Irak). Ayahnya bernama Azar, seorang ahli
pembuat dan penjual patung.
Nabi Ibrahim AS dihadapkan pada
suatu kaum yang rusak, yang dipimpin oleh Raja Namrud, seorang raja yang sangat
ditakuti rakyatnya dan menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Sejak kecil Nabi Ibrahim AS
selalu tertarik memikirkan kejadian-kejadian alam. Ia menyimpulkan bahwa
keajaiban-keajaiban tsb pastilah diatur oleh satu kekuatan yang Maha Kuasa.
Semakin beranjak dewasa, Ibrahim
mulai berbaur dengan masyarakat luas. Salah satu bentuk ketimpangan yang
dilihatnya adalah besarnya perhatian masyarakat terhadap patung-patung. Nabi
Ibrahim AS yang telah berketetapan hati untuk menyembah Allah SWT dan menjauhi
berhala, memohon kepada Allah SWT agar kepadanya diperlihatkan kemampuan-Nya
menghidupkan makhluk yang telah mati. Tujuannya adalah untuk mempertebal iman
dan keyakinannya.
Allah SWT memenuhi permintaannya.
Atas petunjuk Allah SWT, empat ekor burung dibunuh dan tubuhnya dilumatkan
serta disatukan. Kemudian tubuh burung-burung itu dibagi menjadi empat dan
masing-masing bagian diletakkan di atas puncak bukit yang terpisah satu sama
lain. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk memanggil burung-burung
tsb. Atas kuasa-Nya, burung yang sudah mati dan tubuhnya tercampur itu kembali
hidup. Hilanglah segenap keragu-raguan hati Ibrahim AS tentang kebesaran Allah
SWT.
Ibrahim menghancurkan berhala
kaum Babylonia
Orang pertama yang mendapat
dakwah Nabi Ibrahim AS adalah Azar, ayahnya sendiri. Azar sangat marah mendengar
pernyataan bahwa anaknya tidak mempercayai berhala yang disembahnya, bahkan
mengajak untuk memasuki kepercayaan baru menyembah Allah SWT. Ibrahim pun
diusir dari rumah.
Ibrahim merencanakan untuk
membuktikan kepada kaumnya tentang kesalahan mereka menyembah berhala.
Kesempatan itu diperolehnya ketika penduduk Babylonia merayakan suatu hari
besar dengan tinggal di luar kota selama berhari-hari. Ibrahim lalu memasuki
tempat peribadatan kaumnya dan merusak semua berhala yang ada, kecuali sebuah
patung yang besar. Oleh Ibrahim, di leher patung itu dikalungkan sebuah kapak.
Mukjizat Allah: Api menjadi
dingin
Akibat perbuatannya ini, Ibrahim
ditangkap dan diadili. Namun ia menyatakan bahwa patung yang berkalung kapak
itulah yang menghancurkan berhala-berhala mereka dan menyarankan para hakim
untuk bertanya kepadanya. Tentu saja para hakim mengatakan bahwa berhala tidak
mungkin dapat ditanyai. Saat itulah Nabi Ibrahim AS mengemukakan pemikirannya
yang berisi dakwah menyembah Allah SWT.
Hakim memutuskan Ibrahim harus
dibakar hidup-hidup sebagai hukumannya. Saat itulah mukjizat dari Allah SWT
turun. Atas perintah Allah, api menjadi dingin dan Ibrahim pun selamat.
Sejumlah orang yang menyaksikan kejadian ini mulai tertarik pada dakwah Ibrahim
AS, namun mereka merasa takut pada penguasa.
Langkah dakwah Nabi Ibrahim AS
benar-benar dibatasi oleh Raja Namrud dan kaki tangannya. Karena melihat
kesempatan berdakwah yang sangat sempit, Ibrahim AS meninggalkan tanah airnya
menuju Harran, suatu daerah di Palestina. Di sini ia menemukan penduduk yang
menyembah binatang. Penduduk di wilayah ini menolak dakwah Nabi Ibrahim AS.
Ibrahim AS yang saat itu telah menikah dengan Siti Sarah kemudian berhijrah ke
Mesir. Di tempat ini Nabi Ibrahim AS berniaga, bertani, dan beternak. Kemajuan
usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun kembali ke Palestina.
Ibrahim menikahi Siti Hajar
Setelah bertahun-tahun menikah,
pasangan Ibrahim dan Sarah tak kunjung dikaruniai seorang anak. Untuk
memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya untuk menikahi Siti Hajar,
pembantu mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah Ismail yang kemudian juga
menjadi nabi.
Ketika Nabi Ibrahim AS berusia 90
tahun, datang perintah Allah SWT agar ia meng-khitan dirinya, Ismail yang saat
itu berusia 13 tahun, dan seluruh anggota keluarganya. Perintah ini segera
dijalankan Nabi Ibrahim AS dan kemudian menjadi hal yang dijalankan nabi-nabi
berikutnya hingga umat Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT juga memerintahkan
Ibrahim AS untuk memperbaiki Ka'bah (Baitullah). Saat itu bangunan Ka'bah
sebagai rumah suci sudah berdiri di Mekah. Bangunan ini diperbaikinya bersama
Ismail AS. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 127.
Ibrahim AS adalah nenek moyang
bangsa Arab dan Israel. Keturunannya banyak yang menjadi nabi. Dalam riwayat
dikatakan bahwa usia Nabi Ibrahim AS mencapai 175 tahun. Kisah Nabi Ibrahim AS
terangkum dalam Al Qur'an, diantaranya surat Maryam: 41-48, Al-Anbiyâ: 51-72,
dan Al-An'âm: 74-83.
7. Ismail AS
Nabi Ibrahim mengasingkan Hajar
dan anaknya
Dengan kelahiran bayi Ismail,
Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim AS, berangsur-angsur merasa cemburu
sehingga ia meminta kepada suaminya agar memindahkan Hajar dan anaknya ke suatu
tempat yang jauh. Atas wahyu dari Allah SWT, Ibrahim AS memenuhi kehendak istrinya.
Ia kemudian memindahkan Hajar dan bayinya ke tengah padang pasir di Mekah,
dekat sebuah bangunan suci yang kemudian dikenal sebagai Ka'bah. Ia kemudian
meninggalkan keduanya di tempat itu karena harus kembali ke Palestina untuk
menemui Sarah. Dalam perjalanan pulang itu Ibrahim tak henti-hentinya
memanjatkan doa memohon keselamatan bagi istri dan putra yang ditinggalkannya.
Mukjizat Air Zamzam
Setelah makanan yang ditinggalkan
habis, Hajar bersusah payah mencari air. Atas pertolongan Allah SWT melalui
malaikat Jibril, tiba-tiba di dekat Ismail muncul sebuah mata air yang bening.
Mata air itulah yang dikenal sebagai sumur zamzam dan masih ada hingga saat
ini.
Ismail yang sudah beranjak remaja
sangat menggembirakan hati Ibrahim, namun kegembiraan itu tiba-tiba buyar
karena perintah Allah SWT lewat mimpinya yang meminta agar anak kesayangannya
itu disembelih. Mula-mula Ibrahim sangat sedih menerima mimpi itu, namun
sebagai orang yang saleh dan taat ia berniat menjalankan perintah Allah SWT tsb
dan kemudian menyampaikan berita itu kepada putranya. Tanpa ragu, Ismail
meminta ayahnya untuk melaksanakan perintah itu.
Pada akhirnya, ketika hal tsb
dilaksanakan, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor kambing. Peristiwa ini
selalu diperingati setiap tahun dengan anjuran menyembelih hewan kurban pada
hari Idul Adha.
Nabi Ismail AS menikah dengan
seorang anak pendatang baru di kawasan sumur zamzam. Anak itu berasal dari suku
Jurhum. Ia kemudian menjadi penjaga sumur zamzam yang semakin hari semakin
ramai dikunjungi orang. Menurut riwayat, Nabi Ismail AS meninggal dalam usia
137 tahun.
Kisah Nabi Ismail AS yang tidak
bisa dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim AS diceritakan di Al Qur'an dalam 30
ayat yang tersebar dalam 5 surat, diantaranya adalah surat Ibrâhîm: 35-40, dan
Al-Baqarah: 124-129.
8. Luth AS
Nabi Luth AS adalah kemenakan
Nabi Ibrahim AS. Ketika Nabi Ibrahim AS berhijrah dari kota Harran menuju
Palestina bersama istri dan para pengikutnya, Luth bin Harun ikut bersama
mereka.
Ibrahim bersama Luth kemudian
menuju Mesir di saat musibah kelaparan melanda Palestina. Setelah musibah itu
mereda, mereka kembali dari Mesir dengan membawa ternak yang diberikan raja
Mesir kepada mereka. Berhubung padang rumput yang ada tidak mencukupi bagi
ternak yang banyak itu, maka sering timbul pertikaian antara gembala-gembala
Ibrahim dan gembala-gembala Luth.
Untuk mengatasi pertikaian ini,
Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth memilih tempat lain untuk
menggembalakan ternaknya. Luth memilih Yordania, dimana disana terdapat dua
kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan Luth menetap di kota Sadum.
Moral penduduk kota Sadum luar
biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai kejahatan, seperti merampok, berzina,
dan yang paling parah dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun di antara
anak-anak Adam, mereka memuaskan nafsu seksual dengan sesama jenis.
Nabi Luth AS berdakwah untuk
memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak berhasil, bahkan istrinya termasuk
orang yang melakukan penyimpangan kaumnya itu.
Kebiadaban kaum Luth AS
digambarkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 28-29.
Beberapa malaikat menuju Sadum
Nabi Luth AS kemudian berdoa
kepada Allah SWT agar kaumnya diberi azab. Menurut Nabi Luth AS, itulah
satu-satunya cara untuk membasmi umatnya agar akhlak yang rusak itu tidak
menyebar ke umat-umat di wilayah lain, disamping sebagai pelajaran bagi umat di
sekelilingnya.
Doa Luth terkabul. Beberapa
malaikat datang ke rumah Ibrahim AS sebagai tamu yang menyamar dalam bentuk
pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada Ibrahim bahwa mereka akan membinasakan
penduduk Kota Sadum disebabkan pembangkangan mereka terhadap Nabi Luth AS dan
perbuatan-perbuatan keji mereka.
Ibrahim sangat terkejut mendengar
berita ini, karena disana terdapat putera saudaranya, yaitu Luth. Namun para
malaikat itu mengatakan, "Kami tahu bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa
kebinasaan tidak terjadi kecuali atas orang-orang kafir yang tidak beriman
kepada Allah. Adapun Luth dan keluarganya serta para pengikutnya, mereka itu
pasti akan selamat, kecuali istrinya yang akan ditimpa siksaan seperti
orang-orang kafir, dan kedudukannya sebagai istri Luth tidak bisa
menyelamatkannya, karena buruk perbuatannya disamping ia mengkhianati suaminya serta
terus membangkang dan berada dalam kekafiran".
Kisah kedatangan para malaikat
kepada Ibrahim AS ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 30-32.
Malaikat bertamu ke rumah Luth
Para malaikat itu meninggalkan
Ibrahim dan pergi ke kota Sadum. Mereka datang ke rumah Luth yang tidak
mengetahui siapa sebenarnya para tamunya yang berwajah tampan itu. Hati Luth
sangat cemas, karena ia khawatir tamu-tamunya itu akan diperkosa oleh kaumnya.
Tersebar berita di antara kaum
Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang tampan di rumah Luth, maka segeralah
mereka datang ke sana dengan maksud berbuat maksiat.
Untuk melindungi para tamunya,
Luth AS berusaha membujuk mereka dengan menawarkan putri-putrinya untuk
dinikahi dengan syarat mereka tidak mengganggu tamu-tamunya. Namun kaum Luth
tetap bersikeras melaksanakan niat mereka.
Ketika mereka tetap pada
pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu membutakan mata mereka hingga gagallah
upaya mereka dalam keadaan terhina. Para malaikat itu pun akhirnya
mengungkapkan kepada Luth tentang siapa mereka sebenarnya dan memberitahunya
bahwa mereka datang untuk membinasakan kaumnya setelah membutakan mata mereka
hingga mereka tak dapat menyelamatkan diri.
Adapun untuk Luth AS dan
pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka untuk meninggalkan desanya di
malam hari, karena azab Allah akan diturunkan di waktu subuh. Dan janganlah
seorang pun di antara mereka menoleh ke belakang agar tidak melihat siksaan
yang akan terjadi.
Kisah kedatangan para malaikat ke
rumah Luth dan perbuatan kaum Luth diceritakan dalam Al-Qur'an surat Hûd:
77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan Al-Qamar: 37.
Azab Allah terhadap kaum Luth AS
Di waktu subuh, turunlah azab
yang amat dahsyat berupa bencana alam yang sangat mengerikan. Tanah desa tempat
tinggal kaum Luth menjadi rendah dan turunlah hujan batu dari tanah keras
menimpa mereka secara berturut-turut hingga mereka binasa. Hanya Nabi Luth AS
dan kedua putrinya, serta para pengikutnya yang beriman, yang selamat dari
bencana tsb.
Siksa Allah telah ditimpakan
kepada orang-orang yang zalim dan fasik.
Kisah azab terhadap kaum Nabi
Luth AS terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75, Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38.
Daerah yang ditimpa siksaan atas
kaum Nabi Luth AS adalah daerah yang kita kenal sekarang sebagai Laut Mati atau
Danau Luth.
9. Ishaq AS
Nabi Ishaq AS adalah salah satu
putra Nabi Ibrahim AS dari istrinya yang bernama Sarah. Ishaq adalah kata dalam
bahasa Ibrani yang berarti tertawa. Dalam Al Qur'an dikisahkan bahwa Sarah
tertawa ketika mendapat keterangan bahwa dirinya akan memperoleh seorang anak
laki-laki, sementara usianya sudah sangat lanjut, yaitu 90 tahun.
Tatkala Ibrahim merasa ajalnya
hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim tidak ingin menikahkan ia dengan
wanita Kana'an yang tidak mengenal Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh
sebab itu ia menugaskan seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa
seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael
bin Nahur. Nahur adalah saudara Ibrahim AS, sehingga Rafqah adalah putri
kemenakan Ibrahim AS. Perempuan itu kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq
dikaruniai 2 anak kembar, yang pertama diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar
dengan memegangi kaki saudaranya sehingga ia diberi nama Ya'qub.
Nabi Ishaq AS meninggal dalam usia
180 tahun dan dimakamkan di gua tempat ayahnya, Nabi Ibrahim AS, dimakamkan,
yaitu di kota Al-Khalil.
Kisah Nabi Ishaq AS terdapat di
Al Qur'an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam: 49, dan As-Saffât: 112-113.
10. Ya'qub AS
Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, Nabi Ya'qub AS adalah putra Nabi Ishaq AS, dan ia memiliki saudara
kembar bernama Aish. Ayahnya lebih menyayangi Aish saudaranya karena ia lahir
lebih dulu, sedang ibunya lebih menyayanginya karena ia lebih kecil.
Ketika usianya sudah sangat
lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. Ia sering dilayani oleh Aish yang
pandai berburu dan sering mendapatkan kijang. Sedang Ya'qub sangat pendiam dan
lebih senang berada di rumah mempelajari ilmu-ilmu agama.
Perselisihan Ya'qub AS dengan
saudaranya
Suatu hari, Ishaq menginginkan
suatu makanan, ia meminta Aish untuk mengambilkannya. Namun atas suruhan
ibunya, Ya'qublah yang lebih dulu mengambilkan makanan itu untuknya. Setelah
Ya'qub melayaninya, Ishaq lalu mendoakannya, "Mudah-mudahan engkau
menurunkan nabi-nabi dan raja-raja."
Doa nabi adalah doa yang
mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah bahwa keturunan Ya'qub kelak
akan melahirkan banyak para nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa
saudaranya telah mendapat doa yang baik dari ayahnya menjadi iri. Ia pun marah
dan bahkan mengancam akan membunuh Ya'qub supaya keturunannya tidak ada yang
menjadi nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah
kemudian menyuruh Ya'qub agar mengungsi ke tempat pamannya, Laban bin Batwil,
di kota Harran, Irak.
Dalam perjalanan ke rumah
pamannya, Ya'qub tidak berani berjalan di siang hari karena takut akan
ditemukan dan disiksa oleh saudaranya. Ia hanya berani berjalan di malam hari,
sedang bila tiba waktu siang ia beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal
dengan nama Israil, yang artinya berjalan di malan hari. Kelak keturunannya pun
dikenal dengan nama Bani Israil.
Keturunan Ya'qub AS
Laban memiliki dua orang puteri,
yang pertama bernama Leah, dan yang kedua bernama Rahel. Sebenarnya Ya'qub
ingin menikah dengan Rahel, karena ia lebih cantik. Akan tetapi Laban
mengatakan bahwa bukanlah kebiasaan mereka menikahkan yang kecil sebelum yang
besar. Jika Ya'qub ingin menikahi Rahel maka ia harus menikahi Leah lebih
dahulu, kemudian bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel.
Saat itu hukum menikahi dua gadis
sekandung diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya,
Laban memberi seorang sahaya perempuan. Kepada Leah ia memberikan sahaya
perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia memberikan sahaya perempuan bernama
Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula
oleh Ya'qub, sehingga istri Ya'qub menjadi 4 orang.
Dari keempat istrinya ini Ya'qub
AS memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Leah, ia dikaruniai
Ruben, Syam'un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia
dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia
dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia
dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya'qub inilah yang
merupakan cikal bakal lahirnya Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut
sebagai Al-Asbath, yang berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah
seperti suku dalam bangsa Arab, dan mereka yang berada dalam satu sibith
berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya'qub kemudian menjadi bapak bagi
sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya'qub
yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak
diturunkan para nabi, antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka
terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka
terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan
mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya'qub
tinggal bersama pamannya, ia pun meminta izin untuk kembali kepada keluarganya
di Kana'an. Saat ia hampir tiba di Kana'an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya
telah bersiap menemuinya dengan 400 orang, sehingga Ya'qub merasa takut dan
mendoakannya serta menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan
melalui orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat
hadiah pemberian saudaranya. Kemudian ditinggalkannya negeri Kana'an bagi
saudaranya lalu ia pergi ke Gunung Sa'ir.
Sedangkan Ya'qub, ia pergi kepada
ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota Hebron yang dikenal dengan nama
Al-Khalil.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi
Ya'qub AS secara tersendiri tidak ditemui, namun namanya disebut dalam
kaitannya dengan nabi-nabi lain, diantaranya Nabi Ibrahim AS (kakeknya), dan
Nabi Yusuf AS (putranya).
11. Yusuf AS
Putra tersayang Nabi Ya'qub AS
Nabi Yusuf AS adalah salah satu
dari 12 orang putra Nabi Ya'qub AS. Rasa sayang Ya'qub yang berlebihan
terhadapnya membuat saudara-saudaranya menjadi iri hati terhadapnya. Lebih dari
itu, wajah Yusuf pun jauh lebih tampan dibandingkan dengan saudara-saudaranya
yang lain.
Suatu hari Yusuf bermimpi tentang
11 bintang, matahari dan bulan, turun dari langit dan bersujud di depannya. Ia
menceritakan mimpinya ini kepada ayahnya. Ya'qub sangat gembira mendengar
cerita itu dan menyatakan bahwa Allah SWT akan memberikan kemuliaan, ilmu, dan
kenikmatan hidup yang mewah bagi putranya.
Saudara-saudara Yusuf
membinasakan Yusuf
Saudara-saudara Yusuf merasa iri
hati atas kelebihan kasih sayang yang dicurahkan ayah mereka kepada Yusuf dan
adiknya, Bunyamin. Mereka merencanakan persekongkolan untuk membinasakan Yusuf.
Salah satu dari mereka menyarankan agar jangan membunuhnya, tetapi membuangnya
jauh-jauh ke dalam sumur, agar ia tidak bisa kembali kepada ayahnya.
Yusuf kecil diajak bermain-main
oleh kakak-kakaknya, setelah mereka berhasil membujuk ayahnya untuk mengizinkan
mereka membawa Yusuf. Saat itulah mereka melaksanakan niat jahat mereka untuk
menyingkirkan Yusuf. Ketika sampai di suatu tempat, mereka menceburkan Yusuf ke
dalam sebuah sumur yang dalam. Baju Yusuf dikoyak-koyak dan dilumuri darah
kambing. Kemudian dengan wajah sedih mereka menyampaikan berita pada ayah
mereka bahwa Yusuf telah tewas dimakan serigala.
Kisah mimpi Nabi Yusuf AS dan
perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat dalam Al Qur'an surat Yûsuf: 4-21.
Kisah Yusuf dan Zulaikha
Tanpa sepengetahuan
saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang kafilah yang lewat di tempat
itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk dijual sebagai budak hingga akhirnya
dibeli oleh keluarga pembesar Mesir yang bernama Kitfir. Wajah Yusuf yang
sangat tampan itu membuat istri pembesar yang bernama Zulaikha terpikat. Suatu
ketika pada saat suaminya tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak Yusuf untuk
berbuat tidak senonoh, akan tetapi Yusuf menolak ajakan tsb sehingga terjadilah
ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung, suami Zulaikha datang dan
Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa Yusuf telah berlaku
tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun belum sempat ia
berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada di sekitar tempat itu
berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan bahwa jika kemeja Yusuf robek di
bagian depan maka Yusuflah yang bersalah, tetapi kalau kemejanya robek di
bagian belakang, maka Zulaikha yang bersalah. Setelah pembesar itu memeriksa,
ternyata yang robek adalah kemeja bagian belakang Yusuf. Dengan demikian Yusuf
pun selamat.
Cerita tsb kemudian menyebar ke
masyarakat luas. Zulaikha yang merasa malu karena menjadi pembicaraan orang
lalu mengundang istri-istri para pembesar Mesir ke rumahnya. Mereka diberinya
makanan yang enak-enak serta masing-masing diberi sebilah pisau untuk mengupas
buah. Ketika mereka sibuk mengupas buah, Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Ketika
melihat wajah Yusuf, saking terpesonanya tanpa sadar para wanita itu mengiris
jari-jari tangan mereka sendiri. Kini mereka mengerti mengapa Zulaikha begitu
terpikat pada Yusuf. Sebagian dari mereka menyarankan Yusuf untuk menerima
keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha sendiri adalah wanita yang sangat cantik.
Mendengar itu, Nabi Yusuf AS
berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. Akhirnya, atas permintaan Zulaikha
yang merasa terhina, Yusuf AS dimasukkan ke dalam penjara.
Kisah ini terdapat dalam surat
Yûsuf: 22-35.
Kecerdasan Yusuf menafsirkan
mimpi
Nabi Yusuf AS dikaruniai oleh
Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Saat Yusuf AS di penjara, suatu hari
dua orang teman sepenjaranya bercerita padanya tentang mimpi mereka. yang
pertama adalah kepala tukang pembuat minuman bernama Nabu, bermimpi bahwa ia
melihat dirinya memeras anggur untuk membuat arak. Orang kedua adalah kepala
tukang roti bernama Malhab, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memikul roti di
atas kepalanya, yang mana kepalanya itu dimakan oleh burung-burung.
Yusuf pun menafsirkan mimpi
mereka, ia berkata kepada kedua orang itu, "Wahai engkau kepala tukang
minuman, bergembiralah, engkau akan memberi minum tuanmu dengan khamar, yang
berarti engkau akan dibebaskan lantaran engkau tidak terbukti terlibat
persekongkolan melawan raja.
Adapun engkau hai kepala tukang
roti, maafkan aku dengan terpaksa aku mengatakan bahwa engkau akan dihukum mati
dengan cara disalib, dan burung-burung akan memakan sebagian kepalamu, karena
engkau terbukti terlibat persekongkolan melawan raja.
Demikian putusan Allah
sebagaimana yang aku terangkan, dan itu pasti terjadi karena aku tidak
berbicara sembarangan melainkan apa yang telah diilhamkan Tuhanku kepadaku dalam
menafsirkan mimpi kalian berdua."
Semua yang diramalkan Yusuf
benar-benar terjadi, dan kepala minuman akhirnya menerima kebebasannya. Saat ia
akan keluar, Yusuf berpesan padanya agar ia menceritakan kepada raja perihal
keadaan dirinya. Ia ingin raja meninjau kembali keputusannya karena
sesungguhnya ia tidak bersalah. Akan tetapi karena terlalu gembiranya tukang
minuman itu sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf pada raja, dan
mengakibatkan Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun lagi.
Kemampuan Nabi Yusuf AS dalam
menafsirkan mimpi kedua rekannya ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf:
36-42.
Mimpi Raja
Pada suatu hari, raja mengalami
mimpi yang sangat menggelisahkan dan menakutkan dirinya. Ia lalu mengumpulkan
dukun-dukun dan orang-orang pintar untuk meminta mereka menafsirkan mimpinya.
Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah bermimpi melihat 7 ekor sapi gemuk
dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula melihat 7 batang gandum
hijau dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah takwil mimpi itu jika
kalian mampu menafsirkannya."
Orang-orang yang ada di situ
terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka merasa bingung dan memberikan jawaban
yang tidak memuaskan dengan mengatakan bahwa mimpi itu tidak bisa ditafsirkan
karena ia hanya berupa impian yang kacau dari raja dan tidak memiliki makna
apa-apa, disamping mereka sebenarnya memang tidak memiliki pengetahuan perihal
penafsiran mimpi.
Saat itu kepala tukang minuman
mendengar mimpi raja dan jawaban dari para dukun dan orang-orang pintar itu. Ia
pun teringat kembali pada Yusuf. Segera berkata ia pada hadirin yang ada di
ruangan itu, "Aku sanggup memberitahu kalian tentang arti dari mimpi ini,
karena di dalam penjara ada seorang pemuda bernama Yusuf. Aku dan kepala tukang
roti pernah ditahan bersamanya. Kami pernah bermimpi dan telah diterangkan oleh
Yusuf dan terbukti kebenarannya. Apabila paduka setuju mengirimkan aku kepada
Yusuf, maka aku akan membawa penafsiran dari mimpi ini."
Akhirnya diutuslah kepala tukang
minuman itu kepada Yusuf. Setelah berbincang-bincang dengan Yusuf dan
menceritakan sebab-sebab kealpaannya terhadap pesan Yusuf, ia pun mengutarakan
maksud kedatangannya.
"Hai Yusuf yang berkata
benar, terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi
kurus, dan 7 batang gandum hijau berdekatan dengan 7 batang gandum kering.
Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf
tentang hakikat mimpi ini, supaya aku memberitahukannya kepada orang-orang di
kerajaan, barangkali mereka mengetahui keutamaan dan kedudukan ilmumu."
Yusuf pun mulai menerangkan arti
mimpi raja. Bukan hanya itu, ia menerangkan pula pemecahan kesulitan yang
timbul dari arti mimpinya. Ia berkata, "Mesir akan mengalami 7 tahun yang
subur, maka pada tahun-tahun itu hendaklah kamu menanami tanahmu dengan gandum
dan sya'ir, kemudian hasil panenannya kamu simpan dalam batang-batang
gandumnya, dan jangan boros dalam pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan saja.
Setelah itu akan datang 7 tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan
gandum yang kamu simpan, dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat digunakan
sebagai bibit untuk tahun-tahun berikutnya.
Setelah lewat tahun-tahun kering
ini, akan datang satu tahun yang subur dimana turun hujan dan tanah akan
menghasilkan biji-bijian yang banyak dan sari buah-buahan seperti anggur dan
zaitun."
Kisah tentang mimpi raja ini
diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49.
Yusuf dibebaskan dari penjara
Kepala tukang minuman segera
menyampaikan tafsir mimpi yang telah diterangkan Yusuf kepada raja, maka raja
pun mengirim utusan untuk memanggil Yusuf dan menjelaskan kembali secara rinci.
Akan tetapi Yusuf enggan keluar dari penjara sebelum namanya dibebaskan dari
segala tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia minta supaya pihak kerajaan
menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan menanyai wanita-wanita yang
menghadiri jamuan makan di rumah istri pembesar bekas majikannya dulu tentang
sebab-sebab penahanannya supaya mereka menjadi saksi dalam perkaranya.
Permintaan Yusuf ini kemudian
disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja pun menyuruh para utusan untuk
memanggil wanita-wanita itu dan menjelaskan fakta yang sebenarnya. Mereka pun
bersaksi bahwa Yusuf memang tidak bersalah, dan bahwa istri pembesar Mesir,
Zulaikha, itulah yang justru merayu Yusuf. Setelah adanya kesaksian dari
wanita-wanita ini, Zulaikha sendiri tidak bisa menyangkal lagi. Akhirnya ia pun
mengakui perbuatannya.
Dengan demikian keluarlah Yusuf
dari penjara dengan diri yang bersih dari segala tuduhan dan fitnah. Raja
kemudian juga merehabilitasi namanya di masyarakat. Allah telah mentakdirkan
kezaliman yang selama ini diterima oleh Yusuf berganti dengan kemuliaan.
Kisah ini diterangkan dalam
Al-Qur'an surat Yûsuf: 50-53.
Kebenaran tentang Yusuf telah
menambah kepercayaaan raja kepadanya, sehingga ia kemudian mengangkatnya
menjadi menteri yang mengurusi berbagai masalah ekonomi dan keuangan bagi
negara Mesir. Inilah balasan Allah kepada hamba-hambaNya yang saleh.
Kisah pengangkatan Yusuf dalam
kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 54-57.
Pertemuan Yusuf dengan
saudara-saudaranya
Takwil mimpi yang telah
diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud. Pada masa 7 tahun yang subur,
Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir untuk menyimpan kelebihan biji-bijian
dari hasil tanaman mereka. Kemudian datanglah masa paceklik pada 7 tahun
berikutnya. Timbul bencana kelaparan dan kekeringan, terutama di negeri-negeri
tetangga lantaran ketiadaan persiapan penduduk untuk menghadapinya, termasuk
negeri Palestina dimana keluarga Yusuf tinggal.
Ya'qub dan anak-anaknya juga
mengalami kesulitan ini. Ia mendengar bahwa di Mesir ada persediaan makanan
yang cukup, maka ia pun menyuruh anak-anaknya, kecuali Bunyamin, untuk pergi ke
Mesir dengan membawa perbekalan berupa barang-barang dan perak serta lainnya
untuk ditukar dengan gandum dan sya'ir.
Tatkala mereka telah tiba di
istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan Yusuf, melihat raut wajah mereka dan
pakaian mereka yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari Palestina, tahulah
Yusuf bahwa itu adalah saudara-saudaranya. Namun mereka tidak mengenali dirinya
dikarenakan kondisi Yusuf yang sudah jauh berubah, pakaiannya yang khusus, dan
logat bicaranya yang menggunakan bahasa Mesir kuno.
Yusuf memperlakukan
saudara-saudaranya layaknya seorang tamu, dan menimbang gandum dan sya'ir bagi
mereka dengan takaran yang dilebihkan, serta memberi bekal untuk perjalanan
pulang mereka. Ketika mereka bersiap-siap akan pergi, Yusuf berkata,
"Bawalah kepadaku seorang lagi saudaramu yang seayah denganmu. Jika kalian
tidak membawanya, maka aku tidak akan mau menukarkan makanan lagi bagi kalian,
jika kalian kembali ke Mesir untuk kedua kalinya."
Mereka pun berkata, "Kami
akan membujuk ayah kami supaya beliau mengizinkan kami membawanya ke Mesir, dan
kami tegaskan kepadamu bahwa kami akan melaksanakan perintahmu."
Ketika mereka hendak berangkat
pulang, Yusuf menyuruh pelayan menyisipkan kembali barang-barang saudaranya
yang telah ditukar dengan gandum dan sya'ir itu ke dalam karung-karung mereka
tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini dimaksudkan supaya mereka merasa senang dan
berbaik sangka kepadanya, sehingga mereka akan kembali lagi ke Mesir karena
berharap akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan darinya.
Saudara-saudara Yusuf kembali ke
Palestina dan menceritakan tentang kebaikan dari menteri ekonomi Mesir serta
penghormatan yang mereka terima. Mereka juga menyampaikan permintaan menteri
Mesir itu agar mereka membawa Bunyamin jika nanti mereka hendak kembali ke
Mesir.
Rupanya setelah ditinggalkan oleh
Yusuf, Ya'qub sangat berduka. Setiap hari ia menangis sampai matanya memutih
dan buta. Mendengar permintaan yang disampaikan saudara-saudara Yusuf ini,
Ya'qub tidak mempercayai mereka. Namun mereka terus membujuk dan mengatakan
bahwa jika Bunyamin tidak mereka bawa, mereka tidak akan mendapatkan makanan
lagi dari menteri Mesir itu.
Mereka juga berjanji akan menjaga
Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan menyia-nyiakannya.
Setelah mendengar janji
putra-putranya ini, hati Ya'qub sedikit lebih tentram. Akhirnya dengan berat
hati Ya'qub pun mengizinkan mereka membawa Bunyamin. Ia juga berpesan pada
mereka supaya masuk ke kota melalui beberapa pintu agar tidak menarik
perhatian.
Kisah pertemuan Yusuf dengan
saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 58-67.
Yusuf menahan Bunyamin
Saat mereka datang lagi ke Mesir
bersama Bunyamin, Yusuf berusaha mencari kesempatan untuk bisa berdua saja
dengan Bunyamin, kemudian ia mengatakan padanya bahwa ia adalah Yusuf,
saudaranya sekandung. Ia menceritakan tentang apa yang telah dilakukan
saudara-saudaranya dulu kepadanya, dan apa yang telah terjadi padanya.
Yusuf memiliki rencana untuk bisa
menahan Bunyamin lebih lama bersamanya. Ketika saudara-saudara Yusuf akan
pulang, Yusuf menyelipkan piala untuk minum raja ke dalam karung Bunyamin. Saat
mereka sudah akan berangkat, salah seorang pegawai Yusuf memanggil mereka
kembali, dan mengatakan bahwa piala raja telah hilang. Barang siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat muatan seekor unta.
Saudara-saudara Yusuf bersumpah
bahwa mereka tidak mencuri. Salah seorang pegawai Yusuf kemudian bertanya,
"Apa balasannya jika ternyata kalian berdusta?"
Mereka menjawab, "Pada siapa
diketemukan barang yang hilang itu dalam karungnya, maka dia dijadikan budak.
Ini adalah balasan yang adil bagi pencuri menurut syariat Ya'qub."
Maka mulailah Yusuf dan para
pegawainya memeriksa karung-karung mereka. Sengaja karung Bunyamin diperiksa
paling akhir supaya tidak timbul kecurigaan pada saudara-saudaranya yang lain
bahwa pencurian itu telah diatur.
Saat ditemukan piala itu dalam
karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf sangat terkejut menyaksikan hal itu.
Mereka merasa malu dengan peristiwa ini, karenanya mereka berkata,
"Sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya sebelum ini."
Tentu saja yang mereka maksud
adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa yang dimaksud saudara-saudaranya ini,
dan sesungguhnya ia merasa jengkel dan kecewa terhadap mereka, tapi sikap itu
tidak diperlihatkannya.
Menurut riwayat, tatkala Rahel
ibu Yusuf pergi bersama Yusuf menuju Palestina, ia membawa sebuah patung kecil
milik ayahnya Laban. Laban yang merasa kehilangan patung itu kemudian
mencarinya, tapi ia tidak bisa menemukannya baik pada Rahel maupun orang lain,
karena Rahel telah menyembunyikannya di sela-sela perlengkapan unta yang
dinaikinya.
Ketika Ya'qub dan keluarganya
tiba di Palestina, patung itu berada pada Yusuf dan dibuat mainan lantaran ia
menyerupai boneka yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil. Itulah sebabnya
Yusuf dituduh mencurinya dari rumah kakeknya Laban, padahal kenyataannya
tidaklah begitu.
Saudara-saudara Yusuf memohon
padanya agar Bunyamin dibebaskan dan mengambil salah satu dari mereka sebagai
penggantinya. Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai
ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambilah salah seorang di antara
kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang
berbuat baik."
Maka Yusuf pun menjawab,
"Aku tidak akan menahan seseorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta
benda kami padanya. Jika kami menahan orang yang tidak bersalah, maka kami
termasuk orang-orang yang zalim."
Saudara-saudara Yusuf merasa
bingung dan putus asa. Mereka telah berjanji pada ayah mereka untuk menjaga
Bunyamin dengan sebaik-baiknya. Sebelum ini mereka telah menyia-nyiakan Yusuf,
jika sekarang mereka tidak membawa Bunyamin pulang, pastilah ayah mereka akan
marah dan tidak mempercayai mereka.
Setelah berunding dan
berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari mereka, "Aku tidak akan
meninggalkan Mesir sampai ayah mengizinkan aku kembali, atau Allah memberikan
keputusan kepadaku. Dan Dia adalah hakim yang paling adil."
Namun Yusuf berkata,
"Kembalilah pada ayahmu, dan katakan bahwa anaknya telah mencuri, dan
bahwasanya kalian hanya menyaksikan apa yang terjadi dan tak mampu menjaga
barang yang hilang."
Akhirnya saudara-saudara Yusuf
pulang tanpa Bunyamin. Dengan demikian siasat Yusuf untuk menahan adik
kandungnya akhirnya berhasil. Kisah ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 68-82.
Yusuf berkumpul kembali bersama
keluarganya
Ya'qub sangat sedih mendengar kejadian
yang menimpa Bunyamin. Ia tidak mempercayai perkataan anak-anaknya dan sangat
kecewa terhadap mereka. Kendati demikian, ia memasrahkan semuanya kepada Allah
SWT dan percaya bahwa Allah pasti akan mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu
kembali dengan kedua putra tercintanya itu.
Ya'qub memerintahkan anak-anaknya
untuk mencari kabar tentang Yusuf dan Bunyamin. Putra-putranya mematuhi
perintah ayah mereka, dan kembali ke Mesir. Kepada Yusuf, mereka memohon belas
kasihannya agar ia berkenan melepaskan Bunyamin. Mereka pun mengadukan keadaan
mereka yang miskin dan membutuhkan makanan dengan harapan Yusuf mau memberi
mereka bahan makanan yang cukup.
Timbul rasa iba dalam hati Yusuf
mendengar keluhan saudara-saudaranya, sehingga terpikir olehnya untuk mengungkapkan
siapa dirinya yang sebenarnya supaya mereka bisa tinggal bersamanya dalam
keadaan sejahtera. Kemudian ia memanggil Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada
saudara-saudaranya, "Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian kepada
Yusuf dan saudaranya? Ingatkah kalian akan perbuatan kalian memisahkan Yusuf
dan ayahnya dengan membuangnya ke dalam sumur?
Dan kepada Bunyamin, maka kalian
telah membuatnya bersedih atas kehilangan saudaranya sehingga ia pun ikut
menderita."
Mendengar perkataan Yusuf, mulai
timbul dugaan dalam diri saudara-saudaranya, jangan-jangan pembesar yang
berbicara di hadapan mereka ini adalah Yusuf.
Dengan berdebar-debar mereka
bertanya, "Apakah engkau Yusuf?"
Yusuf menjawab, "Benar, aku
Yusuf. Dan ini saudaraku Bunyamin."
Maka saudara-saudara Yusuf pun
segera memohon ampun dan meminta maaf kepadanya atas kejahatan yang pernah
mereka lakukan dahulu. Dengan berlapang dada, Yusuf memaafkan kesalahan
saudara-saudaranya. Ia lalu memerintahkan mereka untuk menjemput ayahnya
beserta keluarga mereka untuk datang ke Mesir.
Mengetahui bahwa ayahnya telah
kehilangan penglihatan lantaran kesedihan yang amat sangat semenjak
kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk diusapkan ke wajah ayahnya supaya
ia dapat melihat kembali.
Setelah mengusapkan gamis Yusuf
ke wajahnya, Ya'qub dapat merasakan keberadaan Yusuf dan segera mengetahui
bahwa Yusuf masih hidup. Karena gembira dengan kenyataan itu ia pun dapat
melihat kembali dengan seizin Allah.
Akhirnya Yusuf pun dapat
berkumpul kembali dengan kedua orangtua dan saudara-saudaranya di Mesir. Ya'qub
dan anak-anaknya telah diliputi rasa hormat kepada Yusuf yang telah diberi
kemuliaan oleh Allah. Mereka pun memberikan penghormatan kepadanya dengan cara
menundukkan kepala sesuai dengan adat pada masa itu dalam menghormati pembesar
yang berkuasa.
Melihat ini, Yusuf teringat akan
mimpinya dulu ketika ia masih kecil, maka ia berkata kepada ayahnya,
"Inilah tafsir mimpiku yang dulu kuceritakan kepadamu, ketika di dalam
mimpi aku melihat 11 bintang serta matahari dan bulan bersujud kepadaku."
Kisah mengharukan berkumpulnya
Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam surat Yûsuf: 83-101
12. Ayyub AS
Nabi Ayyub AS adalah putra dari
Aish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi Yaqub
AS, Aish adalah saudara kembar Nabi Yaqub AS, jadi Nabi Ayyub masih kemenakan
Nabi Yaqub AS dan sepupu Nabi Yusuf AS.
Nabi Ayyub AS adalah salah
seorang nabi yang terkenal kaya raya, hartanya melimpah, ternaknya tak
terbilang jumlahnya. Namun demikian ia tetap tekun beribadah, gemar berbuat
kebajikan, suka menolong orang yang menderita, terlebih dari golongan fakir
miskin.
Keraguan iblis terhadap ketaatan
Nabi Ayyub AS
Para malaikat di langit
terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan Ayyub dan keikhlasannya dalam
beribadah kepada Allah. Iblis yang mendengar pembicaraan para malaikat ini
merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang yang tidak sabar dan
celaka.
Mula-mula iblis mencoba sendiri
menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak bersyukur kepada Allah, namun
usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap tak tergoyahkan. Lalu iblis menghadap
Allah, meminta agak ia diizinkan untuk menguji keikhlasan Nabi Ayyub. Ia
berkata, "Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub senantiasa patuh dan berbakti
kepada-Mu, senantiasa memuji-Mu, tak lain hanyalah karena takut kehilangan
kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadanya, karena ia ingin kekayaannya
tetap terpelihara. Semua ibadahnya bukan karena ikhlas, cinta, dan taat
kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan kehilangan harta benda, serta
anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap taat dan ikhlas
menyembah-Mu."
Allah berfirman kepada iblis,
"Sesungguhnya Ayyub adalah hamba-Ku yang sangat taat kepada-Ku. Ia
sesorang mu'min sejati. Apa yang ia lakukan untuk mendekatkan diri kepada-Ku
adalah semata-mata didorong iman yang teguh kepada-Ku. Iman dan taqwanya takkan
tergoyahkan hanya oleh perubahan keadaan duniawi. Cintanya kepada-Ku takkan
berkurang walaupun ditimpa musibah apa pun yang melanda dirinya, karena ia
yakin bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku
cabut daripadanya, atau Ku-jadikan berlipat ganda. Ia bersih dari segala tuduhan
dan prasangkamu.
Engkau tidak rela melihat
hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas jalan yang lurus. Untuk menguji
keteguhan hati Ayyub dan keimanannya pada takdir-Ku, Ku-izinkan kau menggoda
dan mencoba memalingkannya dari-Ku. Kerahkan seluruh pembantu-pembantumu untuk
menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikan keluarganya yang
rukun damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana kemampuanmu untuk
menyesatkan Ayyub hamba-Ku."
Ujian dan cobaan Allah terhadap
Nabi Ayyub AS
Demikianlah, iblis dan para
pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub. Mula-mula mereka membinasakan hewan
ternak pemeliharaan Ayyub, disusul lumbung-lumbung gandum dan lahan
pertaniannya yang terbakar dan musnah.
Iblis mengira Ayyub akan berkeluh
kesah setelah kehilangan ternak dan pertaniannya, namun ternyata Ayyub tetap
berhusnuzhon (berbaik sangka) kepada Allah. Segalanya ia pasrahkan kepada
Allah. Harta adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu dapat saja diambil
kembali.
Berikutnya iblis mendatangi
putra-putra Nabi Ayyub AS yang sedang berada di sebuah gedung yang besar dan
megah. Mereka menggoyang-goyangkan tiang-tiang gedung sehingga gedung itu roboh
dan anak-anak Ayyub yang berada di dalamnya mati semuanya.
Iblis mengira usahanya kali ini
akan berhasil menggoyahkan iman Nabi Ayyub yang sangat menyayangi
putra-putranya itu, namun sekali lagi mereka harus kecewa. Nabi Ayyub tetap
berserah diri kepada Allah. Ia memang bersedih hati dan menangis, tapi jiwa dan
hatinya tetap kokoh dalam keyakinan bahwa jika Allah yang Maha Pemberi
menghendaki sesuatu, tak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya.
Iblis yang masih belum puas, lalu
menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub sehingga beliau menderita penyakit kulit
yang sangat menjijikkan, hingga ia dijauhi sanak famili dan tetangganya.
Istri-istrinya banyak yang lari meninggalkannya, hanya seorang saja yang tetap
setia mendampinginya, yaitu Rahmah. Lebih parah lagi, para tetangga Nabi Ayyub
AS yang tidak mau ketularan penyakit yang diderita Nabi Ayyub, mengusirnya dari
kampung mereka. Maka pergilah Nabi Ayyub dan istrinya Rahmah ke sebuah tempat
yang sepi dari manusia.
Waktu 7 tahun dalam penderitaan
terus-menerus memang merupakan ujian terberat bagi Ayyub dan Rahmah, namun Nabi
Ayyub tetap bersabar dan berzikir menyebut Asma Allah. Diriwayatkan bahwa
istrinya berkata, "Hai Ayyub, seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu,
niscaya dia akan membebaskanmu."
Namun Nabi Ayyub AS malah
menjawab, "Aku telah hidup selama 70 tahun dalam keadaan sehat, dan Allah
baru mengujiku dalam keadaan sakit selama 7 tahun. Ketahuilah, itu amat sedikit
dibandingkan masa 70 tahun."
Begitulah, Nabi Ayyub menerima
ujian dari Allah SWT dengan sabar dan ikhlas. Ia telah hidup dalam kenikmatan
selama puluhan tahun, maka ia merasa malu untuk berkeluh kesah kepada Allah SWT
atas kesengsaraan yang hanya beberapa tahun. Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada
lagi anggota badannya yang utuh kecuali jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati
dan lidahnya ini, Nabi Ayyub AS tak pernah berhenti berzikir kepada Allah, baik
di waktu pagi, siang, sore dan malam hari.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja pada suatu pabrik roti. Pagi ia berangkat,
sorenya ia kembali ke rumah pengasingan. Namun lama-kelamaan majikannya
mengetahui bahwa Rahmah adalah istri Nabi Ayyub yang memiliki penyakit
berbahaya. Mereka khawatir Rahmah akan membawa baksil yang dapat menular
melalui roti, oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya.
Rahmah yang setia ini masih
memikirkan suaminya. Ia meminta agar majikannya berkenan memberinya hutang
roti, tetapi permintaannya ini ditolak. Majikannya hanya mau memberinya roti
jika ia memotong gelung rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu
sangat disukai suaminya. Namun demi untuk mendapatkan roti, Rahmah akhirnya
setuju dengan usul majikannya itu.
Ternyata, perbuatannya itu
membuat Ayyub menduga bahwa ia telah menyeleweng. Akhirnya pada suatu hari,
mungkin karena sudah tidak tahan dengan penderitaan yang terus-menerus
dihadapi, Rahmah pamit untuk meninggalkan suaminya. Ia beralasan ingin bekerja
agar dapat menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, tapi Rahmah tetap
bersikeras sembari berkeluh kesah. Sesungguhnya tindakan Rahmah ini pun tak
lepas dari peranan iblis yang menghasutnya untuk meninggalkan suaminya Ayyub.
Mendengar keluh kesah istrinya,
berkatalah Ayyub, "Kiranya kau telah terkena bujuk rayu iblis, sehingga
berkeluh kesah atas takdir Allah. Awas, kelak jika aku telah sembuh kau akan
kupukul seratus kali. Mulai saat ini tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan
pertolonganmu sampai Allah menentukan takdir-Nya."
Dengan demikian tinggallah kini
Nabi Ayyub seorang diri setelah ia mengusir Rahmah istrinya. Di tengah
kesendiriannya, Nabi Ayyub AS bermunajat kepada Allah SWT dengan sepenuh hati
memohon rahmat dan kasih-Nya. Allah SWT menerima doa Nabi Ayyub AS yang telah
mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian dan cobaan.
Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari
situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh dari penyakitmu.
Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum dan mandi."
Setelah meminum dan mandi dengan
air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia kala. Sementara itu Rahmah istrinya
yang telah pergi meninggalkannya, rupanya lama-kelamaan merasa kasihan dan tak
tega membiarkan suaminya seorang diri. Ia datang untuk menjenguk, namun ia tak
mengenali lagi suaminya, karena kini Nabi Ayyub tampak lebih sehat, lebih
segar, dan lebih tampan. Nabi Ayyub sangat gembira melihat istrinya kembali,
namun ia teringat sumpahnya yaitu ingin memukul istrinya seratus kali. Ia harus
melaksanakan sumpah itu, tapi ia bimbang karena bagaimanapun istrinya telah
turut menderita sewaktu bersamanya 7 tahun ini. Tegakah ia memukulnya seratus
kali?
Allah mengetahui kebimbangan yang
dirasakan Nabi Ayyub AS. Maka datanglah wahyu Allah kepada Nabi Ayyub,
"Hai Ayyub, ambillah lidi seratus batang dan pukullah istrimu sekali saja.
Dengan demikian tertebuslah sumpahmu."
Nabi Ayyub merasa lega dengan
jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. Dengan lidi seratus, dipukulnya
istrinya dengan satu kali pukulan yang sangat pelan, maka sumpahnya telah
terlaksana.
Berkat kesabaran dan keteguhan
imannya, Nabi Ayyub AS dikaruniai lagi harta benda yang melimpah ruah. Dari
Rahmah, ia kemudian memperoleh anak bernama Basyar yang kemudian hari menjadi
seorang nabi yang dikenal dengan nama Zulkifli.
Kisah Nabi Ayyub AS ini merupakan
teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal kesabaran dan keteguhan iman. Riwayat
Nabi Ayyub AS terdapat dalam surat Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat Sâd: 41-44.
13. Zulkifli AS
Nama aslinya ialah Basyar, anak
Nabi Ayyub AS dari istrinya Rahmah. Seperti ayahnya, Zulkifli juga mempunyai
sifat yang sabar dan teguh dalam pendirian. Ia hidup di sebuah negara yang
dipimpin oleh seorang Raja yang arif bijaksana. Pada suatu hari Raja tsb
mengumpulkan rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup berlaku sabar,
jika siang berpuasa dan jika malam beribadah?"
Tak ada seorang pun yang berani
menyatakan kesanggupannya. Akhirnya anak muda bernama Basyar mengacungkan
tangan dan berkata ia sanggup melakukan itu.
Sejak saat itulah ia dipanggil
dengan Zulkifli yang artinya sanggup.
Nabi Zulkifli AS juga seorang
raja. Di waktu malam ia beribadah dan di waktu siang ia berpuasa. Ia juga
diangkat menjadi hakim. Tidurnya di waktu malam sangat sedikit sekali. Pada
suatu malam, ketika ia hendak pergi tidur ada seorang tamu yang hendak
mengganggunya. Mestinya saat itu adalah saat beristirahat bagi Zulkifli, tapi
ia melayani tamunya dengan sabar.
"Ada apakah saudara kemari
di malam hari?" tanya Zulkifli.
"Hamba seorang musafir,
barang-barang hamba dirampok di perjalanan", jawab tamu itu.
"Datanglah besok pagi atau
petang hari," kata Zulkifli.
Namun besok paginya orang itu
tidak datang, padahal Zulkifli sudah menunggunya di ruang sidang. Petang
harinya orang itu juga tidak datang, padahal ia telah menyatakan bersedia untuk
datang.
Malam harinya, ketika Zulkifli
sedang bersiap-siap untuk tidur, orang itu datang lagi.
"Mengapa waktu sidang dibuka
kau tidak datang?" tanya Zulkifli.
"Orang yang merampok saya
cerdik Tuanku. Jika waktu sidang dibuka, barang saya dikembalikan, jika sidang
hendak ditutup, barang saya dirampasnya lagi", jawab orang itu.
Pada suatu malam, Raja Zulkifli
sangat mengantuk. Ia telah berpesan pada penjaga agar menutup semua pintu dan
menguncinya. Saat ia hendak membaringkan diri, terdengar suara pintu kamarnya
diketuk orang.
"Siapa yang masuk?"
tanya Zulkifli pada prajurit penjaganya.
"Tidak ada seorang pun
Tuanku", jawab prajurit penjaganya dengan nada heran. Jelas tadi ia
mendengar suara pintu diketuk. Lalu diperiksanya sekeliling rumah, ternyata ia
menemukan seseorang. Ia merasa heran, jelas semua pintu telah terkunci rapat.
Bagaimana orang itu bisa masuk?
"Kau bukan manusia, kau
pasti iblis!" kata Zulkifli.
"Ya, aku memang iblis yang
ingin menguji kesabaranmu. Ternyata memang benar, kau orang yang dapat memenuhi
kesanggupanmu dulu."
Memang demikianlah adanya.
Zulkifli adalah Nabi yang sabar, selalu mempergunakan akal sehatnya, tidak
pernah marah kepada para tamunya. Dikisahkan bahwa suatu hari terjadi
peperangan antara negerinya dengan pemberontak yang durhaka kepada Allah. Raja
Zulkifli memerintahkan prajurit dan rakyatnya untuk pergi ke medan juang. Tapi
apa yang terjadi? Ternyata rakyatnya takut berperang. Mereka takut mati.
Rakyatnya hanya mau berperang
jika Zulkifli mau mendoakan kepada Allah agar Allah menjamin hidup mereka, agar
mereka tidak mati. Mendengar itu Zulkifli tidak lantas marah, bahkan ia pun
bersedia memenuhi permintaan rakyatnya untuk berdoa kepada Allah. Maka Allah
mewahyukan kepadanya, "Aku telah mengetahui permintaan mereka, dan aku
mendengar doamu. Semua itu akan Kukabulkan."
Akhirnya dalam peperangan itu
mereka memperoleh kemenangan, dan sesuai janji Allah, tidak satu pun dari
mereka yang mati di medan juang.
Nama Nabi Zulkifli hanya 2 kali
disebut dalam Al Qur'an, yaitu dalam surat Al-Anbiyâ ayat 85 yang artinya:
"Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk
orang-orang yang sabar." dan surat Sâd ayat 48 yang artinya: "Dan
ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang
paling baik."
14. Syu'aib AS
Syu'aib adalah salah satu dari 4
nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Saleh, dan Muhammad SAW. Ia
seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam
berdakwah.
Nabi Syu'aib AS diutus ke tengah
kaum Madyan yang tinggal di Ma'an, suatu daerah di pinggir Syam (sekarang
Suriah), yang berbatasan dengan Hijjaz dan dekat Danau Luth. Sesuai namanya,
bangsa Madyan adalah bangsa Arab yang bernasab dari Madyan bin Ibrahim AS.
Kaum ini menyembah Aikah, yaitu
sebidang tanah padang pasir yang ditumbuhi sejumlah pohon.
Dakwah Nabi Syu'aib AS pada kaum
Madyan
Masyarakat Madyan terkenal korup
dan menjalankan praktek-praktek perdagangan yang curang. Mereka menggunakan
alat ukur yang besar kalau membeli dan menggunakan alat ukur yang kecil kalau
menjual, sehingga kekayaan bertumpuk pada segelintir orang saja.
Dalam kondisi demikian, Nabi
Syu'aib AS memperingatkan kaumnya agar meninggalkan praktek-praktek yang curang
itu, tetapi ia ditanggapi dengan kasar, bahkan mereka mengancam akan menyiksa
dan merajamnya jika ia tidak mau menghentikan dakwahnya.
Akhirnya Nabi Syu'aib AS dan
pengikutnya pindah ke negeri lain, karena penduduk Madyan sudah tidak bisa
diharapkan lagi. Beberapa saat setelah Nabi Syu'aib dan pengikutnya pergi,
tiba-tiba penduduk Madyan dikejutkan oleh adanya gempa maha dahsyat sehingga
mereka mati bergelimpangan.
Berdakwah pada kaum Ashabul Aikah
Nabi Syu'aib dan pengikutnya
pindah ke negeri Aikah sesuai petunjuk Allah SWT yang memang menugaskannya
berdakwah disana. Ternyata penduduk Aikah juga sama durhakanya dengan penduduk
Madyan. Mereka menolak ajakan Nabi Syu'aib untuk menyembah Allah. Mereka bahkan
mengejek dan menantang Nabi Syu'aib agar mensegerakan azab yang dijanjikan
Allah.
Karena kedurhakaan mereka ini,
akhirnya turunlah azab Allah SWT berupa iklim panas yang membakar dan
menyesakkan dada. Dengan sia-sia kaumnya lari kesana-kemari mencari tempat
perlindungan.
Saat mereka kebingungan,
tiba-tiba muncul segumpal awan hitam. Orang-orang menyangka bahwa itu adalah
awan pertolongan. Ketika kaum durhaka itu bernaung di bawahnya, tiba-tiba awan
itu mengeluarkan gemuruh yang dahsyat dan menghancurkan mereka semua.
Binasalah kaum yang durhaka itu.
Satu pun tak ada yang tersisa. Hanya Nabi Syu'aib AS dan para pengikutnya yang
bisa selamat berkat rahmat dan perlindungan Allah SWT.
Kisah Nabi Syu'aib AS diceritakan
dalam surat Asy-Syu'arâ': 176-191, Hûd: 84-95, Al-A'râf: 85-93, dan Al-Hijr:
78-79
15. Musa AS
Nabi Musa AS diutus untuk
berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani Israil menyembah Allah SWT. Musa
dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub AS yang tinggal di Mesir sejak
Nabi Yusuf berkuasa disana.
Mesir saat itu dikuasai oleh
Fir'aun. Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli Mesir yang
disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil, yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS.
Kebanyakan orang Qubti menduduki
jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil hanya berkedudukan rendah, seperti
buruh, pelayan dan pesuruh.
Firaun memerintah dengan tangan
besi. Ia diktator bengis yang tidak berperi kemanusiaan. Mabuk dan rakus
kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut dirinya sebagai Tuhan.
Kekejaman Fir'aun membunuh bayi
laki-laki
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi,
yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan dengan akan lahirnya seorang
bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja. Seketika itu
Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi
laki-laki yang lahir.
Ibu Musa, Yukabad, istri Imron
bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa sangat gelisah karena begitu ketatnya
penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa mendapat petunjuk melalui
mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu
dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan selamat,
bahkan Yukabad kelak tetap akan dapat merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan
penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti kemana
peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi
bayi itu tiba-tiba tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah Fir'aun.
Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia adalah seorang yang berpenyakit
belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan perasaan
gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir'aun, dan memberitahu apa
yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan berniat untuk memeliharanya.
Asiah adalah seorang yang beriman
kepada Allah SWT. Namun lantaran takut oleh kekejaman Fir'aun, ia
menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun mendengar adanya wanita cantik
bernama Asiah, dan ia pun menikahinya. Namun tatkala ia hendak menggauli
istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi kaku sehingga ia pun tidak
bisa mendekatinya, hanya bisa memandangnya.
Fir'aun merasa curiga terhadap
bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras untuk memeliharanya
karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa,
yang artinya air dan pohon (mu = air, sa = pohon).
di antara sejumlah inang pengasuh
pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu pada Yukabad, sehingga Asiah
akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa. Dengan demikian janji
Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam
surat Al-Qasas: 4-13.
Musa meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan
bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia dipelihara
sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai
kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.
Walaupun dididik dalam tradisi
istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan
keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin terhadap nasib rakyat
yang dianiaya oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad
untuk membela kaumnya yang lemah.
Suatu saat tindakan Musa membela
seorang anggota kaumnya yang berkelahi melawan seorang dari golongan Fir'aun
menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang saksi yang melihat kejadian itu
lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil,
Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya Musa
melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan
memohon ampun kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Kisah ini terdapat dalam surat
Al-Qasas: 14-21.
Musa pergi ke Madyan, kota tempat
tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki
selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa beristirahat di bawah
pepohonan. Tak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis
berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang
mereka gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar
yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak
menolong kedua gadis tsb. Laki-laki kasar tadi mencoba melawan Musa, tapi Musa
dapat mengalahkan mereka.
Musa menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah
putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian yang telah dialami
bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya untuk
mengundang Musa datang ke rumah mereka.
Musa memenuhi undangan itu.
Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa. Sikapnya sopan dan tampak sekali
ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa
menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia
terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal di rumahnya agar
terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa
dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat mas kawin, Musa diminta bekerja
menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib selama 8 tahun. Musa
menyanggupi syarat tsb, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun.
Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga
Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat
diandalkan. Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu.
Musa sangat bahagia hidup bersama
istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat pelindung yang dapat
dipercaya.
Kisah tentang hal ini terdapat
dalam surat Al-Qasas: 22-28.
Musa kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah
meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama istrinya. Musa sadar,
tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya, oleh sebab itu ia
dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.
Sampai suatu malam, mereka
tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke
Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang benderang di atas sebuah
bukit. Musa berkata kepada istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil
api itu untuk menerangi jalan kita."
Tatkala Musa menghampiri api tsb,
tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa.
Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."
Inilah wahyu pertama yang
diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa
telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT memberinya
mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat
bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya.
Kisah ini dapat dilihat pada
surat Tâhâ: 9-23.
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa
AS untuk berdakwah kepada Fir'aun. Musa masih merasa takut karena dulu ia
pernah membunuh orang Mesir, namun Allah menjanjikan perlindungan untuknya,
maka tentramlah hatinya. Untuk lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada
Allah agar ia ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun amat cakap dalam
berbicara dan berdebat. Permintaan Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di
Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan menemui Musa.
Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas:
32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.
Akhirnya bersama-sama Harun, Musa
menghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun
Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Musa tak tahu diri. Dulu ia
diasuh dan dibesarkan di istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang
Fir'aun. Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun
sendiri. Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak
mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat
anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak merasa berhutang budi pada Fir'aun.
Musa mengatakan bahwa
sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan lain yang berhak disembah, Tuhan
nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun sangat murka dan
meminta Musa untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Keberhasilan Musa melawan
ahli-ahli sihir Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi
Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-ahli sihir Fir'aun. Musa
mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk mempertunjukkan kebolehan mereka
lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya. Tak lama
kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu berubah menjadi ular yang ribuan
ekor banyaknya. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli
sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum.
Dengan tenang Musa melemparkan
tongkatnya, tongkat itu segera berubah menjadi ular yang sangat besar dan
langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun. Dalam waktu singkat,
ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi Musa.
Para ahli sihir itu terbelalak
heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir yang mereka pelajari
dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir tsb berlutut kepada Musa, dan
menyatakan diri sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat dan
hanya akan menyembah Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat
Asy-Syu'arâ': 18-51
Fir'aun sangat murka melihat
pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa
mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun para ahli sihir itu tetap
memilih menjadi pengikut Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong
tangan dan kaki mereka, serta menyalib mereka di batang pohon kurma. Mereka pun
menerimanya dengan sabar dan tetap beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu
70 orang.
Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak
setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang lebih banyak. Fir'aun menjadi
semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS senantiasa menyuruh kaumnya
untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun tak
henti-hentinya mengejek dan menghina Musa.
Karena semakin lama tindakan
Fir'aun makin merajalela, Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan
pengikutnya diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa Musa. Kerajaan Fir'aun
dilanda krisis keuangan. Selain itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang.
Banyak panen yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati, disusul badai
topan yang merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang berdatangan menyerbu
hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau, muncul banjir
besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul wabah penyakit. Anak laki-laki
bangsa Mesir mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun sendiri, termasuk
putra mahkota.
Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi
Musa AS untuk memohon agar azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka
akan beriman. Namun ketika Allah SWT mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar
terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat
Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A'râf: 130-135.
Peristiwa Laut Merah terbelah
Bani Israil yang makin menderita
karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta Nabi Musa AS untuk membawa mereka
keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari Allah agar mengajak kaumnya
pergi meninggalkan Mesir, Musa lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka
pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut Merah, mereka
baru menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar mereka. Para pengikut Musa sangat
panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu agar Musa
memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah hingga terbentang jalan bagi
Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya mengejar rombongan
itu, namun ketika Musa dan pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun
dan tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah laut pun kembali
menutup hingga Fir'aun dan pasukannya tenggelam.
Di saat-saat terakhir menjelang
kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan menyatakan diri beriman kepada Allah.
Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh Fir'aun itu sudah terlambat dan
tidak lagi diterima oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap kafir.
Kisah tentang ini terdapat dalam
surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-92.
Ternyata, mayat Fir'aun tetap
utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai tanda bagi
umat yang kemudian. Ini telah terbukti dengan diketemukannya mummi Fir'aun
(Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M.
Karunia bagi Bani Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani
Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa memukulkan tongkatnya ke batu. Dari
batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani
Israil, sehingga masing-masing suku memiliki mata air sendiri.
Di Gurun Sinai yang panas terik,
tak ada rumah untuk dihuni, tak ada pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi
mereka dengan awan.
Ketika bekal makanan dan minuman
mereka habis, mereka pun meminta Musa memohon pada Allah SWT agar diberikan
makanan dan minuman, maka Allah menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa. Manna
adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun di atas batu
dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa adalah sejenis burung
puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai hampir
menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat karunia dan rezki yang
demikian melimpahnya dari Allah, Bani Israil bukannya bersyukur, malah mereka
meminta makanan dari jenis yang lain lagi. Disinilah mulai terlihat betapa Bani
Israil itu sangat kufur terhadap nikmat Allah.
Berbagai tuntutan dan permintaan
dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.
Turunnya kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun
selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan kitab suci sebagai pedoman. Allah
SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk berpuasa selama 30 hari dan pergi
berkhalwat ke Bukit Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta
Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya.
Setelah berpuasa selama 30 hari,
Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya
menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya dengan Kalam-Nya yang
Azali, sehingga Musa pun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia
lain.
Dalam kesempatan bermunajat di
Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun
meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT
mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT
kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit. Allah akan menampakkan
wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat
melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu bertahan,
maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb,
seketika itu juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa terkejut dan
ngeri, ia pun jatuh pingsan.
Setelah sadar, ia bertasbih dan
bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya.
Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai kitab suci yang berupa
kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun
beribadah kepada Allah SWT.
Kisah munajat Nabi Musa AS di
Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 142-145.
Patung anak sapi
Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani
Israil dihasut oleh seorang munafik bernama Samiri. Karena keyakinan tauhid
mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan mudah mereka termakan hasutan
Samiri. Bani Israil membuat patung anak sapi yang disembah sebagai tuhan
mereka.
Sebelum pergi ke bukit Thursina,
Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia akan meninggalkan mereka tidak lebih dari
30 hari. Ketika Allah memerintahkannya untuk menambah ibadahnya 10 hari lagi
sehingga bertambah lama kepergiannya, maka mereka menganggapnya telah
melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa keterlambatan Musa ini
disebabkan karena mereka telah membuat marah Tuhan dengan mengambil
perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk meminta ampun
kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali pada mereka, mereka harus melemparkan
perhiasan-perhiasan tsb ke dalam api.
Mereka pun percaya dengan hasutan
Samiri. Para wanita-wanita Bani Israil lalu melemparkan perhiasan-perhiasan
emas mereka ke dalam api. Dari emas yang terkumpul itu Samiri lalu membuat
patung anak sapi. Dengan teknik khusus, ia membuat angin bisa masuk dan
menimbulkan suara dari mulut patung itu sehingga seolah-olah patung itu dapat
berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil untuk menyembahnya.
Nabi Harun AS tidak berdaya
menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu. Ketika Nabi Musa AS kembali, ia
sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku kaumnya. Mula-mula ia pun marah
kepada Harun yang dianggapnya tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik, namun
setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia pun tenang kembali. Ia mengusir
Samiri dan menjelaskan pada kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah.
Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia disentuh atau
menyentuh manusia, maka badannya akan menjadi panas demam. Itulah azab Samiri
di dunia, seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa pun.
Setelah Samiri pergi, Musa membakar
patung anak sapi sembahan Bani Israil dan membuang abunya ke laut. Allah SWT
kemudian memerintahkan Musa AS agar membawa sekelompok kaumnya untuk memohon
ampun atas dosa mereka menyembah patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang
terpilih dari Bani Israil ke Bukit Thursina. Setelah mereka berpuasa menyucikan
diri, muncullah awan tebal di bukit itu. Nabi Musa AS dan rombongannya memasuki
awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang itu mendengar percakapan
antara Nabi Musa AS dengan Allah SWT. Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat
Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman sebelum melihat-Nya.
Seketika itu pula tubuh mereka tersambar halilintar hingga mereka pun tewas.
Nabi Musa AS memohon agar kaumnya
diampuni dan dihidupkan kembali. Maka Allah SWT pun membangkitkan kembali 70
orang pengikut Musa itu. Musa lalu menyuruh mereka bersumpah untuk berpegang
teguh pada kitab Taurat sebagai pedoman hidup, dan beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al
Qur'an surat Al-A'râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
Sapi Betina (Al Baqarah)
Suatu hari terjadi peristiwa
pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa pembunuh orang tsb,
atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan kaumnya untuk mencari seekor sapi
betina. Dengan lidah sapi itu nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan
akan hidup lagi atas kehendak dan izin dari Allah SWT.
Kaum Bani Israil sebenarnya
enggan melaksanakan perintah ini, karenanya mereka sangat cerewet dan banyak
bertanya dengan harapan supaya Allah SWT akhirnya membatalkannya, sebagaimana
dikisahkan dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah: 67-71.
Dan (ingatlah), ketika Musa
berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor
sapi betina. Mereka berkata: Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?
Musa menjawab: Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil. (QS. 2:67)
Mereka menjawab: Mohonkanlah
kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah
itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)
Mereka berkata: Mohonkanlah
kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya. Musa
menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya. (QS. 2:69)
Mereka berkata: Mohonkanlah
kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat
sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan
sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi
itu). (QS. 2:70)
Musa berkata: Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai
untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat,
tidak ada belangnya. Mereka berkata: Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat
sapi betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja
mereka tidak melaksanakan perintah itu. (QS. 2:71)
Nama surat Al-Baqarah yang
berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan
sapi betina.
Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb
bahwa sikap Bani Israil yang cerewet justru telah menyulitkan mereka sendiri.
Seandainya ketika diperintahkan pertama kali mereka langsung melaksanakannya,
tentulah mereka tidak akan repot, tetapi mereka malah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja mereka tidak dapat
menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan oleh Musa.
Begitu sapi sudah diperoleh,
mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu dipukulkan ke tubuh mayat orang
yang terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup kembali dan menceritakan bahwa ia
telah dibunuh oleh sepupunya sendiri.
Allah mengharamkan tanah
Palestina bagi Bani Israil
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa
AS membawa kaumnya ke Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan bagi Nabi
Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya. Bani Israil yang telah mendapat
berbagai karunia dari Allah SWT adalah kaum yang keras kepala dan tidak
bersyukur.
Sebelum mengajak kaumnya
berhijrah, Musa mengutus perintis jalan untuk menyelidiki tentang penduduk
penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis jalan itu mengabarkan bahwa
tanah suci tsb dihuni oleh suku Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-kotanya
memiliki benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu, merasa gentarlah Bani Israil
dan tidak mau mematuhi perintah Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana
jika suku itu telah disingkirkan terlebih dahulu.
Nabi Musa AS sangat marah
terhadap sikap kaumnya itu, karena sikap tsb mencerminkan bahwa mereka belum
benar-benar beriman kepada Allah SWT, padahal Allah SWT telah berjanji bahwa
dengan pertolongan-Nya mereka akan mampu mengalahkan suku Kana'an. Di antara
Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka agar masuk dari
pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi Bani Israil menolak nasihat
itu dan melontarkan kepada Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan
sifat pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah,
sementara kami menunggu di sini."
Habislah kesabaran Musa. Ia lalu
memanjatkan doa agar Allah SWT memberikan putusan-Nya atas sikap kaumnya.
Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak perintah Allah SWT, Allah SWT
mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun bagi mereka. Mereka akan tersesat,
padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata. Selama itu mereka akan
berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang tetap.
Hal ini dikisahkan dalam surat
Al-Maidah: 20-26.
Pertemuan Musa dengan orang saleh
Pada suatu kesempatan berkhutbah
di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pandai
dan berpengetahuan. Allah SWT menegur sikapnya ini dan berfirman,
"Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba di tepi laut yang lebih pandai
darimu."
Berkatalah Musa, "Wahai
Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu dengannya?"
Allah berfirman, "Ambillah
seekor ikan kecil dan letakkan di dalam keranjang. Dimanapun engkau kehilangan
ikan itu, maka disitulah ia berada."
Musa melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengambil seekor ikan kecil, kemudian ia
pergi dengan ditemani seorang sahayanya. Saat mereka tiba di pertemuan antara
dua buah laut, mereka duduk sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah mereka,
sementara saat itu turun hujan sehingga ikan yang mereka bawa dapat melompat
dan meluncur ke laut.
Sahaya Musa mengetahui hal ini,
namun ia lupa memberitahukannya kepada Musa. Mereka terus melanjutkan
perjalanan. Ketika mereka merasa lapar dan hendak makan, saat itulah sahaya
Musa teringat akan ikan yang hilang itu, maka ia pun memberitahu Musa.
Mendengar itu Musa sangat gembira. "Inilah yang kita cari. Mari kita
kembali untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."
Belum sampai di tempat yang
dituju, Musa telah bertemu dengan orang yang dimaksud. Hamba Allah SWT yang
saleh itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS yang ingin belajar
dari hamba-Nya yang saleh itu meminta agar diizinkan mengikuti Nabi Khidir.
Nabi Khidir menjawab bahwa ia tidak akan dapat sabar atas keikutsertaannya,
karena ia akan melihat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariatnya.
Namun Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan tidak akan menentang urusan Nabi
Khidir. Akhirnya Nabi Khidir mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun dengan
syarat bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-tindakan yang akan
dilakukannya, karena pada akhirnya ia akan menceritakan rahasia di balik
tindakan-tindakannya itu.
Pergilah Musa bersama Nabi Khidir
menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat di depan mereka sebuah kapal, maka
keduanya meminta kepada penumpang-penumpangnya untuk mengangkut mereka. Mereka
diizinkan menumpang, lalu keduanya pun naik ke kapal itu. Saat para penumpang
lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang terbuat dari kayu itu
sedemikian rupa sehingga kerusakannya akan mudah untuk diperbaiki. Musa yang
melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia lupa dengan perjanjiannya
untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia pun berkata, "Apakah
engkau merusak kapal orang-orang yang telah menghormati kita? Engkau telah
melakukan sesuatu yang tercela."
Nabi Khidir mengingatkan kepada
Musa akan perjanjian mereka, maka sadarlah Musa, ia meminta supaya jangan
dihukum atas kelupaannya ini. Keduanya lalu meneruskan perjalanan dan bertemu
dengan seorang anak yang sedang bermain bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir
lalu membujuk anak itu ikut dengannya dan membawanya ke tempat yang agak jauh
dari teman-temannya, lalu ia membunuhnya. Panas hati Musa melihat perbuatan
yang keji ini sehingga dengan marah ia berkata, "Apakah engkau membunuh
jiwa yang suci bersih tanpa dosa? Engkau telah berbuat sesuatu yang
mungkar."
Nabi Khidir kembali mengingatkan
Musa akan syarat yang berlaku antara keduanya. Musa menyesal atas
ketidaksabarannya. Ia pun berkata, "Jika setelah ini aku bertanya lagi
kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah cukup alasan bagiku untuk
berpisah denganmu."
Kemudian keduanya pun meneruskan
perjalanan kembali. Saat merasa haus dan lapar, masuklah mereka ke sebuah desa.
Mereka meminta kepada penghuninya supaya bersedia memberi mereka makan dan
menjadikan mereka sebagai tamu, namun permintaan mereka ini ditolak dengan
kasar oleh penghuni desa tsb.
Dalam perjalanan pulang, mereka
mendapati sebuah dinding yang hampir roboh. Nabi Khidir lalu memperbaiki
dinding yang roboh itu dan mendirikan bangunannya. Melihat ini, Musa tidak
tahan lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang yang telah
mengusir kita dengan memperbaiki dinding rumah mereka? Andaikata engkau
kehendaki, engkau bisa meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli
makanan."
Dengan timbulnya pertanyaan Musa
ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi
Khidir menjelaskan rahasia-rahasia perbuatannya. Ia berkata, "Mengenai
kapal yang aku lubangi dindingnya, itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin
yang tidak punya harta selain itu, dan aku mengetahui bahwa ada seorang raja
yang suka merampas setiap kapal yang baik dari pemiliknya. Sebab itu aku
merusaknya sedikit supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan bila raja
melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal yang buruk sehingga ia akan
membiarkannya pada pemiliknya dan selamatlah kapal itu pada mereka.
Mengenai anak kecil yang aku
bunuh, ia adalah seorang anak yang menampakkan tanda-tanda kerusakan sejak
kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang beriman dan saleh. Aku
khawatir rasa kasih sayang orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka
menyeleweng dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya ke dalam kekafiran dan
kesombongan, maka aku pun membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua yang
beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi gantinya oleh Allah SWT
dengan anak yang lebih baik dan lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua
orangtuanya.
Adapun dinding rumah yang
kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di kota itu yang di bawahnya
terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan ayah mereka adalah seorang yang
saleh. Maka Tuhanmu yang Maha Pemurah ingin menjaga harta itu bagi mereka
sampai mereka dewasa dan mengeluarkannya.
Semua yang kuperbuat itu bukanlah
atas usahaku, melainkan itu adalah wahyu dari Allah SWT. Dan inilah penjelasan
dari kejadian-kejadian yang mana engkau tidak bisa bersabar."
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan
Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-82.
Kisah Qarun dan hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi
Musa AS yang sangat kaya, yang bernama Qarun. Meskipun sangat kaya, namun ia
tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin. Nasihat-nasihat Nabi Musa
AS tidak dipedulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah Nabi Musa AS.
Guna memberi pelajaran pada Qarun
dan memberi contoh pada kaumnya, Musa memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan
azabnya pada diri hartawan itu. Allah SWT lalu memberi azab dengan menguburkan
semua harta kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang
dahsyat.
Kisah Qarun dan hartanya ini
terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Larangan hari sabath
Sesuai dengan syariat dalam
Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai hari untuk berkumpul dan
beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang untuk melakukan usaha apa
pun, termasuk berniaga dan mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru
ikan-ikan sangat banyak terlihat di laut.
Sesungguhnya ini merupakan
kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan ketaatan Bani Israil. Ternyata
mereka tidak tahan dengan ujian ini dan melanggar larangan hari Sabath, oleh
sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian mereka menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat
Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf: 166
16. Harun AS
Nabi Harus AS diutus oleh Allah
SWT untuk membantu tugas kerasulan Nabi Musa AS. Dalam berbicara, ia lebih
cakap daripada Nabi Musa AS. Ketika Nabi Musa AS pergi ke Bukit Sina untuk
menerima wahyu, umatnya dititipkan kepada Nabi Harus AS. Namun setelah Nabi
Musa AS kembali, ia mendapati mereka telah menyembah patung anak sapi. Melihat
itu, Musa sangat marah dan bersedih hati. Dalam Al Qur'an diceritakan:
Dan tatkala Musa telah kembali
kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: Alangkah buruknya
perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului
janji Rabbmu? Dan Musa melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut)
kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: Hai anak
ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka
mau membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira
melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang
zalim. (QS Al-A'râf: 150)
Akhirnya Musa pun sadar, ia lalu
berdoa kepada Allah SWT seperti tersebut dalam Al Qur'an:
Musa berdoa: Ya Rabbku, ampunilah
aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau
adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS Al-A'râf: 151)
Nabi Harun AS wafat sebelum Nabi
Musa AS. Ia dikuburkan oleh Nabi Musa AS di Bukit Hur di Gurun Sinai.
17. Daud AS
Nabi Daud AS adalah salah seorang
nabi dari Bani Israil, yaitu dari sibith Yahuda. Ia merupakan keturunan ke-13
dari Nabi Ibrahim AS.
Thalut Sang Raja
Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa
wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Nabi Yusya' bin Nun, yang memang telah
ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan beliau sesaat sebelum kewafatannya.
Berkat kepemimpinan Yusya' bin Nun mereka dapat menguasai tanah Palestina dan
bertempat tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin Nun wafat, mereka terpecah
belah. Isi kitab Taurat berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering
bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga akhirnya hilanglah kekuatan
persatuan mereka. Tanah Palestina diserbu dan dikuasai bangsa lain.
Bani Israil menjadi bangsa
jajahan yang tertindas. Mereka merindukan datangnya seorang pemimpin yang tegas
dan gagah berani untuk melawan penjajah. Pada suatu hari, mereka pergi menemui
Nabi Samuel untuk meminta petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang
di antara kami sebagai Raja yang akan memimpin kita berperang melawan penjajah."
Tetapi Nabi Samuel menjawab,
"Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin yang dipilih Allah, kalian
justru tidak mau berangkat perang."
"Kita sudah lama menjadi
bangsa tertindas," kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih lama
lagi."
Karena didesak oleh kaumnya, Nabi
Samuel kemudian berdoa kepada Allah SWT agar menetapkan satu di antara mereka
menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel dikabulkan, Allah memilih Thalut sebagai Raja
yang memimpin mereka. Tapi ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan oleh
Nabi Samuel, mereka justru menolak dengan alasan bahwa Thalut tidak begitu
dikenal, ia hanya seorang petani biasa yang sangat miskin.
Nabi Samuel kemudian menjelaskan
bahwa walaupun Thalut itu petani biasa, namun ia pandai strategi perang,
tubuhnya kekar dan kuat, dan pandai tentang ilmu tata negara. Baru akhirnya
mereka mau menerima Thalut sebagai Raja mereka.
Kisah Jalut dan Daud
Thalut mengajak orang-orang yang
tak punya ikatan rumah tangga dan perdagangan ke medan perang. Dengan memilih
orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka dapat memusatkan diri pada
pertempuran dan tak terganggu dengan urusan rumah tangga dan perdagangan.
Salah seorang anak muda yang ikut
dalam barisan Thalut adalah seorang remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh
ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang maju ke medan perang. Daud tidak
diperkenankan maju ke garis depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua
kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya lapar atau haus, dialah
yang melayani dan menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka.
Tentara Thalut sebenarnya tidak
seberapa banyak. Jauh lebih banyak dan lebih besar tentara Jalut Sang Penindas
(Goliath). Jalut sendiri adalah seorang panglima perang yang bertubuh besar
seperti raksasa. Setiap orang yang berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara
Thalut gemetar saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu. Demi melihat
tentaranya ketakutan, Thalut berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami,
curahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir."
Maka dengan kekuatan doa itu
mereka menyerbu tentara Jalut. Tak mengira lawan yang berjumlah sedikit itu
mempunyai keberanian bagaikan singa terluka, akhirnya pasukan Jalut dapat
diporak-porandakan dan lari tercerai berai.
Tinggallah Jalut Sang Panglima
dan beberapa pengawalnya yang masih tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani
berhadapan dengan raksasa itu. Lalu Thalut mengumumkan, siapa yang dapat
membunuh Jalut maka ia akan diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan
diduga, Daud yang masih berusia remaja tampil ke depan, minta izin kepada
Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut ragu, mampukah Daud yang masih
sangat belia itu mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak oleh Daud, akhirnya
ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan perang.
Dari kejauhan Thalut mengawasi
sepak terjang Daud yang menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia telah
berteriak berkali-kali, menantang orang-orang Israil untuk berperang tanding.
Ia juga mengejek bangsa Israil sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan
lainnya yang menyakitkan hati.
Tiba-tiba Daud muncul di hadapan
Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat anak muda itu menantangnya duel.
Daud tidak membawa senjata tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-kali Jalut
melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud dapat menghindar dengan
gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru ketapelnya
tepat di antara kedua mata Jalut.
Jalut berteriak keras, roboh
dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan demikian menanglah pasukan Thalut
melawan Jalut. Sesuai janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut. Ia
dinikahkan dengan putri Thalut yang bernama Mikyai.
Daud menjadi Raja
Disamping menjadi menantu Raja,
Daud juga diangkat sebagai penasihatnya. Ia dihormati semua orang, bahkan
rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada Thalut. Hal ini membuat Thalut
iri hati. Karenanya ia berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang sulit.
Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar jumlahnya.
Namun Daud justru memenangkan pertempuran itu dan kembali ke istana dengan
disambut luapan kegembiraan rakyatnya.
Thalut makin merasa iri dan
tersaingi atas kepopuleran Daud di mata rakyatnya. Ia terus mencoba membunuh
dan menyingkirkan Daud dengan berbagai cara, namun selalu menemui kegagalan.
Daud seolah selalu dilindungi Allah.
Akhirnya terjadilah perang Jalbu'
antara Thalut dan Daud serta pendukung mereka. Dalam peperangan itu Thalut
tewas. Setelah kematian Thalut dan putra mahkotanya yang juga mati dalam
pertempuran tsb, maka rakyat langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil.
Mukjizat Nabi Daud AS
Allah SWT menurunkan kitab Zabur
bagi Nabi Daud AS. Selain Zabur, keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah
setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas perintah Allah SWT mengikuti
tasbihnya. Nabi Daud AS juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga
mengikuti tasbih Nabi Daud AS.
Keistimewaannya dalam beribadah
ini diterangkan dalam surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.
Selain itu kerajaannya yang kuat
belum pernah sekalipun dapat terkalahkan. Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu
mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia menduduki takhta kerajaan selama 40
tahun.
Diantaranya mukjizatnya adalah
Nabi Daud dapat melunakkan besi seperti lilin, kemudian ia dapat merubah-rubah
bentuk besi itu tanpa memerlukan api atau peralatan apapun. Dari besi itu, ia
dapat membuat baju besi yang dikokohkan dengan tenunan dari bulatan-bulatan
rantai yang saling menjalin secara berkesinambungan. Jenis baju ini membuat
pemakainya lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju besi biasa yang
dibuat dari besi lembaran.
Tentang mukjizatnya ini
disebutkan dalam surat Saba': 10 dan Al-Anbiyâ': 80.
Nabi Daud juga dikaruniai suara
yang sangat merdu sekali. Kitab Zabur yang diturunkan kepadanya selain berisi
pelajaran dan peringatan, juga berisi nyanyian puji-pujian kepada Tuhan.
Nyanyian ini sering juga disebut dengan Mazmur.
Nabi Daud membagi hari-harinya
menjadi 4 bagian. Sehari untuk beribadah, sehari ia menjadi hakim, sehari untuk
memberikan pengajaran, dan sehari lagi untuk kepentingan pribadi. Ia juga suka
berpuasa. Ia melakukan puasa dua hari sekali, sehari berpuasa, sehari lagi
tidak.
Peringatan Allah pada Nabi Daud
AS
Para nabi adalah manusia yang
menjadi contoh teladan umat. Jika ia melakukan kesalahan, maka Allah segera
memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya itu. Demikian pula halnya
dengan Nabi Daud. Ia memiliki istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada
pembatasan jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki. Seorang lelaki
biasa untuk memiliki banyak istri, terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud
ingin menggenapkan istrinya menjadi 100 orang.
Pada suatu hari, datanglah dua
orang lelaki mengadu kepada Nabi Daud. Seorang di antara mereka berkata,
"Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor, sedang aku hanya memiliki seekor,
tetapi ia menuntut dan mendesakku agar menyerahkan kambingku yang seekor itu
kepadanya, supaya jumlah kambingnya menjadi genap 100 ekor. Ia membawa berbagai
alasan yang tak bisa kubantah karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki
yang satu lagi, "Benarkah ucapan saudaramu itu?"
"Benar," jawab lelaki
itu.
Berkatalah Daud dengan marah,
"Jika demikian halnya, maka saudaramu telah berbuat zalim. Aku tidak akan
membiarkanmu meneruskan perbuatanmu yang semena-mena itu atau engkau akan
mendapat hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu!"
"Hai Daud!" kata lelaki
itu, "Sebenarnya engkaulah yang pantas mendapat hukuman yang kau ancamkan
kepadaku itu. Bukankah engkau telah mempunyai 99 istri? Tetapi mengapa kau
masih menyunting lagi seorang gadis yang sudah bertunangan dengan pemuda yang
menjadi tentaramu sendiri? Padahal pemuda itu sangat setia dan berbakti
kepadamu."
Nabi Daud tercengang mendengar
ucapan yang tegas dan berani dari lelaki itu. Ia berpikir keras, siapakah
sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba kedua pria itu sudah hilang
lenyap dari pandangannya. Tahulah Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah
melalui malaikat-Nya. Ia segera bertaubat memohon ampun kepada Allah, dan Allah
menerima taubatnya.
Pelanggaran terhadap Hari Sabath
Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS
bersepakat untuk melanggar ketentuan yang menyatakan hari Sabtu (Sabath)
sebagai hari besar untuk Bani Israil, sebagaimana yang telah diajarkan oleh
Nabi Musa AS. Hari Sabat dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT,
menyucikan hati dan pikiran dengan berzikir dan bersyukur atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya, serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan
kesibukan-kesibukan yang bersifat duniawi.
Penduduk desa Ailat di tepi Laut
Merah juga mematuhi perintah itu. Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan,
tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan di laut banyak menampakkan diri.
Akhirnya penduduk Ailat tidak dapat menahan diri untuk melanggar larangan hari
Sabtu itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan.
Azab Allah SWT pun turun kepada
mereka. Wajah mereka diubah menjadi wajah yang amat buruk, kemudian terjadi
gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini diriwayatkan dalam surat Al-A'râf: 163-166.
Asal-usul Baitul Maqdis
Pada suatu hari, berjangkitlah
penyakit kolera di wilayah kerajaan yang dikuasai Nabi Daud AS. Banyak rakyat
yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud kemudian berdoa kepada Allah agar
menghilangkan wabah ini, maka hilanglah penyakit itu.
Untuk menunjukkan rasa syukurnya
kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak putranya, Sulaiman, untuk membangun
tempat suci, yaitu Baitul Maqdis, yang sekarang kita kenal sebagai Masjidil
Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat inilah yang menjadi kiblat pertama umat
Islam sebelum beralih ke Ka'bah.
18. Sulaiman AS
Nabi Sulaiman AS adalah putra
Nabi Daud AS. Setelah Nabi Daud AS wafat, Nabi Sulaiman AS menggantikannya
sebagai Raja. Mukjizatnya yang paling terkenal adalah ia diberi keistimewaan
oleh Allah SWT dapat memerintah bukan hanya kepada manusia, melainkan juga
kepada hewan, angin, dan jin. Nabi Sulaiman dapat menjadikan angin bertiup atas
perintahnya ke tempat yang ia kehendaki. Allah pun menundukkan syaitan-syaitan
untuk melayani Sulaiman. Di antara mereka ada yang bisa membangun istana dan
benteng-benteng, ada yang bertugas menyelam di laut untuk mengeluarkan mutiara
dan batu-batu mulia, sebagaimana Allah memberi kekuasaan pada Sulaiman atas syaitan-syaitan
yang kafir sehingga ia mampu mengikat mereka untuk mencegah kejahatan mereka.
Allah SWT juga memberinya mukjizat berupa kemampuan mengerti bahasa binatang.
Kearifan Nabi Sulaiman AS sebagai
hakim
Pada suatu malam, sekelompok
kambing memasuki kebun seseorang tanpa sepengetahuan penggembalanya, hingga
rusaklah tanaman di kebun itu. Maka pemilik kebun kemudian datang mengadu
kepada hakim Daud AS. "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami telah membajak
tanah kami dan menanaminya serta memeliharanya. Tapi ketika tiba waktu panen,
datanglah kambing orang-orang ini pada suatu malam dan memakan tanaman di kebun
kami hingga habis seluruhnya."
"Benarkah apa yang dikatakan
oleh mereka ini?" tanya Daud.
"Ya," jawab mereka.
Kemudian Daud bertanya tentang
harga tanaman dari orang yang satu dan harga kambing dari orang yang lain.
Ketika mengetahui harga keduanya hampir sama, maka ia pun berkata kepada
pemilik kambing, "Berikanlah kambingmu kepada pemilik tanaman sebagai
ganti rugi bagi mereka atas binasanya tanaman mereka."
Namun putranya Sulaiman yang
hadir menyaksikan pengadilan ini memberikan usul lain, "Saya mempunyai
pendapat yang berbeda dalam perkara ini. Menurut saya, pemilik kambing
sebaiknya memberikan kambing mereka kepada pemilik tanaman, dan mengambil
manfaatnya berupa bulu wol, susu, dan anak-anak kambing tsb. Sedangkan ia
sendiri mengambil alih tanaman yang telah rusak itu, menanaminya kembali dan
mengairi serta memeliharanya hingga tumbuh tanamannya. Apabila telah tiba waktu
panen, mereka harus menyerahkan hasil tanaman itu kepada pemiliknya, dan
menerima kembali kambing mereka. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan
keuntungan dan manfaat."
Luar biasa bijaksana dan arifnya
Nabi Sulaiman ini dalam memberikan keputusan. Semua pihak pun langsung
menyetujui usulnya yang hebat itu. Berkatalah Daud pada putranya, "Engkau
telah memutuskan hukum dengan tepat, anakku." Dan ia pun berfatwa seperti
apa yang diputuskan oleh Sulaiman.
Kisah ini diceritakan dalam
Al-Qur'an surat Al-Anbiyâ': 78-79.
Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu
Bilqis
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman
mengadakan apel besar bagi seluruh bala tentaranya, baik dari golongan manusia,
jin, syetan, dan binatang, semua diperintahkan untuk berkumpul menghadap Nabi
Sulaiman AS. Semua sudah hadir kecuali seekor burung bernama Hudhud.
"Mengapa burung Hudhud belum
datang?" tanya Nabi Sulaiman. "Sesungguhnya jika ia tidak bisa
memberi alasan yang jelas atas keterlambatannya, sebagai hukuman aku akan
menyembelihnya."
Tak berapa lama kemudian burung
itu datang dan bersujud di hadapan nabi Sulaiman. Hampir saja burung itu
terkena hukuman kalau tidak segera mengajukan alasa kenapa ia terlambat datang.
"Ampunilah hamba Tuanku,
hamba memang telah terlambat. Tetapi hamba membawa kabar yang sangat penting.
Di negeri Saba hiduplah seorang Ratu yang bernama Ratu Bilqis. Ia mempunyai
singgasana yang agung. Kerajaannya luas dan rakyatnya hidup dengan makmur.
Namun sayang mereka tidak menyembah Allah. Mereka disesatkan oleh iblis
sehingga menyembah matahari."
Menjawablah Nabi Sulaiman,
"Aku percaya dengan berita yang kaubawa itu. Tetapi aku akan menyelidiki
dulu kebenaran beritamu. Bawalah suratku untuk Ratu Bilqis. Kalau sudah
diterimanya nanti, sembunyilah kau di celah-celah jendela, dan dengarkanlah apa
yang akan dilakukannya."
Maka terbanglah burung Hudhud ke
negeri Saba yang terletak di kota Yaman. Ia menyerahkan surat Nabi Sulaiman
kepada Ratu Bilqis. Kemudian sesuai perintah, ia bersembunyi di balik celah
jendela. Ratu Bilqis membaca surat itu, isinya kurang lebih seperti ini:
Surat ini datang dari Sulaiman.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Janganlah
kamu berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri."
Setelah membaca surat itu, Ratu
Bilqis memanggil seluruh abdi dan penasihatnya untuk bermusyawarah. Ratu Bilqis
tidak ingin terjadi peperangan yang hanya merusak keindahan istana dan
merugikan rakyat. Maka sebagai hasil dari musyawarah itu, diputuskan bahwa ia
hanya akan mengirimkan hadian kepada Sulaiman melalui utusannya. Jika Sulaiman
menerima hadiahnya, tahulah ia bahwa Sulaiman hanyalah seorang raja yang senang
menerima hadiah. Tetapi jika ia seorang nabi, ia hanya ingin agar mereka
mengikuti agamanya.
Berangkatlah utusan Ratu Bilqis
ke Palestina dengan membawa berbagai hadiah yang indah-indah dan mahal-mahal.
Ketika mereka sampai di istana Nabi Sulaiman, mereka sangat tercengang.
Kerajaan Saba tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keindahan dan kemegahan
kerajaan Sulaiman.
Ketika para utusan itu hendak
menyerahkan hadiah mereka, dengan tegas Nabi Sulaiman menolak hadiah-hadiah itu
karena ia memiliki harta benda yang jauh lebih baik daripada hadiah yang
diberikan oleh Ratu Bilqis. Kepada para utusan tsb, ia meminta kedatangan Ratu
Bilqis agar Ratu itu memeluk agama Islam dan meninggalkan penyembahan terhadap
matahari. Jika menurut, maka kerajaan Saba akan selamat, jika membangkang maka
Nabi Sulaiman akan mengerahkan bala tentaranya yang tidak mungkin akan dilawan
oleh Ratu Bilqis.
Para utusan itu segera kembali ke
Negeri Saba. Mereka melaporkan segala apa yang dilihatnya tentang Sulaiman dan
kerajaannya yang jauh lebih besar, megah, dan kuat dibanding negeri Saba.
Akhirnya diputuskanlah bahwa Ratu Bilqis akan datang memenuhi permintaan Nabi
Sulaiman AS.
Sulaiman mengetahui perjalanan
Bilqis menuju ke negerinya, maka ia pun bermaksud menunjukkan suatu mukjizat
kepadanya sebagai bukti atas kenabiannya. Sulaiman bertanya kepada jin yang ada
di dekatnya, "Siapakah yang sanggup mendatangkan singgasana Bilqis
kepadaku untuk melihat kekuasan Allah berlangsung di hadapan mereka?"
Jin Ifrit berkata, "Aku
sanggup membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu."
Akan tetapi ada seorang anak buah
Sulaiman lainnya yang bernama Ashif bin Barkiya yang memiliki ilmu dari
kitab-kitab Samawi berkata, "Aku sanggup mendatangkannya lebih cepat dari
kejapan mata."
Maka tiba-tiba saja singgasana
itu pun telah ada di hadapan Nabi Sulaiman AS.
Sementara itu dengan diiringi
ribuan prajurit, Ratu Bilqis penguasa Saba datang menemui Nabi Sulaiman di
Palestina. Ia benar-benar tercengang menyaksikan keindahan dan kemegahan
kerajaan Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis merasa malu mengingat betapa dulu ia telah
mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman untuk melunakkan hatinya agar Nabi
Sulaiman tidak menyerang Negeri Saba.
Ketika ia masuk ke istana Nabi
Sulaiman, Nabi Sulaiman bertanya, "Apakah singgasana ini serupa dengan
singgasana kerajaanmu?".
"Ya, sepertinya memang
milikku," kata Ratu Bilqis seraya memeriksa singgasana itu. Setelah
memeriksanya, akhirnya ia yakin bahwa itu memang singgasananya. Maka berkatalah
ia kepada Sulaiman, "Sesungguhnya aku telah mengetahui kekuasaan Allah dan
kebenaran kenabianmu sebelum ini, yaitu tatkala datang burung Hudhud membawa
surat darimu. Namun yang menghalangi-halangi kami untuk menyatakan keimanan
kami adalah karena kami hidup di tengah-tengah kaum yang sudah mendalam
kekufurannya. Itulah yang membuat kami menyembunyikan keimanan kami hingga saat
ini kami datang menghadapmu."
Nabi Sulaiman tersenyum lalu
mempersilakan Ratu Bilqis memasuki istananya. Lantai di istana itu terbuat dari
kaca tipis yang di bawahnya dialiri air. Ratu Bilqis mengira itu benar-benar
aliran air sungai, karenanya ia menyingkapkan sedikit kainnya hingga nampaklah
betisnya. Nabi Sulaiman segera memberitahu bahwa lantai itu terbuat dari kaca
putih yang tipis. Ratu Bilqis tersipu malu. Serta merta ia bersujud dan
menyatakan keimanannya kepada Allah SWT.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku telah berbuat zalim terhadap diriku, dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan Semesta Alam."
Wafatnya Nabi Sulaiman AS
Hampir tak seorang pun mengetahui
saat kematian Nabi Sulaiman, baik dari golongan jin maupun manusia. Kematian
Nabi Sulaiman AS baru diketahui setelah tongkat yang digunakannya bersandar
rapuh dimakan rayap dan beliau jatuh tersungkur ke lantai.
Doa Nabi Sulaiman telah
dikabulkan Allah, yaitu tidak ada seorang pun yang memiliki kerajaan besar dan
kaya raya seperti kerajaannya. Namun meskipun kaya raya dan berkuasa, Nabi
Sulaiman tetap patuh dan tunduk pada perintah Allah SWT.
Kisah Nabi Sulaiman AS terdapat
dalam Al-Quran surat An-Naml: 15-44, dan Saba': 12-14.
19. Ilyas AS
Nabi Ilyas AS adalah keturunan
ke-4 dari Nabi Harun AS. Ia diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya, Bani Israil,
yang menyembah patung berhala bernama Ba'al. Berulang kali Nabi Ilyas AS
memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap durhaka.
Karena itulah Allah SWT
menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru
tersadar bahwa seruan Nabi Ilyas AS itu benar. Setelah kaumnya tersadar, Nabi
Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun
setelah musibah itu berhenti, dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali
durhaka kepada Allah SWT. Akhirnya kaum Nabi Ilyas AS kembali ditimpa musibah
yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu gempa bumi yang dahsyat sehingga
mereka mati bergelimpangan.
20. Ilyasa AS
Setelah Nabi Ilyas AS meninggal
dunia, ia digantikan oleh anak angkatnya yang bernama Ilyasa. Nabi Ilyasa AS
melanjutkan misi ayah angkatnya dan kaumnya kembali taat kepadanya. Selama masa
kepemimpinan Nabi Ilyasa ini kaum Bani Israil hidup rukun, tentram, makmur,
karena berbakti dan bertakwa kepada Allah. Akan tetapi setelah ia wafat,
kaumnya kembali durhaka. Akhirnya kaumnya dilanda kesengsaraan, dan pada
saat-saat seperti itu lahirlah Nabi Yunus AS.
21. Yunus AS
Nabi Yunus bin Mata diutus oleh
Allah SWT untuk menghadapi penduduk Ninawa, suatu kaum yang keras kepala,
penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan. Berulang kali Nabi Yunus AS
memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau berubah, apalagi karena Nabi
Yunus AS bukan dari kaum mereka. Hanya ada 2 orang yang bersedia menjadi
pengikutnya, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana,
sedang Tanuh adalah seorang yang tenang dan sederhana.
Nabi Yunus AS meninggalkan
kaumnya
Karena tak mendapat sambutan yang
baik dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus memberi ultimatum pada kaumnya, jika
dalam tempo 30 hari mereka tidak mau insyaf, tidak bertaubat kepada Allah, maka
akan diturunkan siksa. Akan tetapi Allah mencela batas waktu yang ditetapkan
Nabi Yunus, dan memerintahnya untuk menambahnya menjadi 40 hari. Nabi Yunus pun
menuruti perintah Allah, dan mengabarkan pada kaumnya bahwa batas waktu mereka
diubah menjadi 40 hari. Tetapi rupanya kaumnya tidak menggubris tenggang waktu
itu. Mereka malah menantang dan berani menunggu datangnya siksa itu.
Karena kesal, Nabi Yunus lalu
pergi meninggalkan penduduk Ninawa menuju suatu tempat. Sepeninggal Nabi Yunus
AS, setelah 40 hari tiba-tiba muncullah awan gelap di pagi hari, semakin siang
mereka melihat cahaya merah seperti api hendak turun dari langit. Mereka sangat
ketakutan. Berbondong-bondong mereka mencari Nabi Yunus, tapi tak ada seorang
pun yang tau dimana keberadaannya.
Mereka lalu bertobat dan berdoa
dengan khusyu kepada Allah. Semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, tak
ketinggalan juga anak-anak saling menangis dan mengembalikan barang-barang
rampasan kepada pemiliknya. Maka Allah SWT menerima taubat mereka, dan mencabut
kembali azab-Nya.
Nabi Yunus AS dalam perut ikan
Setelah meninggalkan kaum Ninawa,
Nabi Yunus AS tiba di suatu tempat di pinggir laut. Disana ia menjumpai
sejumlah orang yang bergegas naik perahu. Nabi Yunus meminta izin pada mereka
agar diperbolehkan ikut, dan mereka mengizinkannya. Namun ketika berada di
tengah laut tiba-tiba badai menerjang. Sang Nahkoda meminta salah satu dari
penumpang untuk turun agar yang lain terselamatkan. Setelah diundi
berkali-kali, selalu nama Nabi Yunus AS yang keluar, sehingga ia pun pasrah. Ia
menganggap bahwa itu sudah kehendak Allah SWT, dan ia pun terjun ke laut.
Begitu melompat ke laut,
tiba-tiba seekor ikan besar menelannya dan membawanya ke pantai. Di dalam perut
ikan itu Nabi Yunus menyadari kesalahannya telah meninggalkan kaumnya. Ia pun
berdoa dan bertaubat kepada Allah memohon ampunannya. Atas kesungguhan doanya,
maka sesampainya di pantai, Nabi Yunus dikeluarkan kembali dari perut ikan
dalam keadaan sakit dan lemah. Setelah Allah mengembalikan kesehatan dan
kekuatannya, Nabi Yunus AS mendapat wahyu agar kembali ke Ninawa untuk membina
kaumnya yang sudah sadar itu.
Kisah Nabi Yunus AS terdapat di
Al Qur'an dalam surat Yûnus: 98, As-Saffât: 139-148, dan Al-Anbiyâ: 87-88.
22. Zakaria AS
Nabi Zakaria AS mendambakan
seorang anak
Nabi Zakaria AS adalah pemimpin
Bani Israil. Ia sangat mendambakan seorang anak, namun ia merasa pesimis karena
usianya yang sudah sangat lanjut. Nabi Zakaria AS lalu berdoa kepada Allah SWT
agar diberi seorang anak. Akhirnya doanya terkabul. Di usianya yang ke-90, ia
dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Yahya.
Ketika mendengar kabar yang
dibawa oleh malaikat bahwa ia akan dikaruniai anak dan istrinya akan segera
mengandung, Zakaria sempat merasa tidak yakin, lalu ia memohon kepada Allah SWT
agar diberi tanda untuk mengetahui bilamana istrinya telah hamil. Maka Allah
memberitahukan kepadanya bahwa tandanya ialah dia tidak akan dapat berbicara
dengan manusia dan bertukar pikiran kecuali dengan isyarat tangan, mata,
menggoyangkan kepala atau semacam itu, dan hal itu berlangsung selama 3 hari
berturut-turut. Selama 3 hari itu, hendaklah ia memperbanyak tasbih di waktu
pagi dan petang, karena meskipun tidak dapat berbicara dengan orang lain, namun
ia tetap dapat beribadah dan bertasbih.
Kisah ini tedapat dalam surat
Maryam: 7-11.
Kelahiran Maryam binti Imran
Zakaria adalah paman dan wali
pemelihara Maryam binti Imran. Imran adalah salah seorang penguasa dan Ulama
Bani Israil yang meninggal dunia ketika Maryam masih dalam kandungan ibunya.
Maryam adalah gadis suci yang setiap hari selalu beribadah kepada Allah SWT di
mihrabnya di Baitulmakdis. Sesuai nazar yang diucapkan ibunya sejak Maryam
masih dalam kandungan, hak pemeliharaan Maryam diperoleh Nabi Zakaria AS
melalui undian karena begitu banyaknya ulama Bani Israil yang ingin menjadi
wali gadis suci itu.
Ketika memelihara Maryam, banyak
keanehan yang dialami Nabi Zakaria AS yang semakin meyakinkannya bahwa Maryam
berada dalam pemeliharaan Allah SWT. Antara lain Nabi Zakaria AS menyaksikan
bahwa dalam mihrab Maryam terdapat buah-buahan musim panas, padahal tidak
seorang pun dapat masuk kesana, lagipula saat itu adalah musim dingin. Maryam
mengatakan bahwa buah-buahan itu datang dari Allah SWT.
Kisah kelahiran Maryam dan
pemeliharaan Nabi Zakaria AS terhadapnya terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 35-37
dan 42-44.
Wafatnya Nabi Zakaria AS
Yahya putra Zakaria meninggal lebih
dulu daripada ayahnya. Setelah kematian Yahya, perhatian orang-orang yang
beriman beralih kepada Nabi Zakaria AS yang sudah tua. Mereka meminta pendapat
tentang masalah pernikahan antara ayah dan kemenakan yang ingin dilakukan oleh
Raja Hirodus, namun sama seperti Nabi Yahya AS, Nabi Zakaria AS juga tetap
berpegang teguh pada syariat Taurat bahwa pernikahan semacam itu diharamkan.
Akibat sikapnya ini, Raja Hirodus
menjadi marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Nabi Zakaria AS.
Namun rakyat melindungi nabi yang sudah berusia lanjut itu. Sampai pada suatu
hari, Nabi Zakaria AS bersembunyi di sebuat hutan, mendadak hutan itu dikepung
oleh bala tentara Hirodus yang dibantu tentara Romawi. Nabi Zakaria AS melihat
sebuah pohon besar yang bagian tengahnya membelah. Masuklah ia ke dalam pohon
itu, sehingga tentara Hirodus tak dapat menemukannya.
Tetapi iblis yang menyerupai
wujud manusia memberitahukan tempat persembunyian Nabi Zakaria AS ini kepada
tentara Hirodus. Para prajurit itu sebenarnya tidak terlalu percaya, namun
mereka menggergaji pula pohon yang dimaksud. Mendadak dari pohon itu keluar
darah. Dengan demikian mereka mengira telah membunuh Nabi Zakaria AS.
Benarkah demikian?
Hanya Allah SWT yang Maha Tahu
apa sebenarnya yang telah menimpa diri Nabi Zakaria AS.
23. Yahya AS
Nabi Yahya AS adalah putra
tunggal Nabi Zakaria AS. Meskipun ia dilahirkan oleh pasangan yang sudah sangat
tua, namun ia tetap tumbuh sebagai manusia yang normal dan sehat. Kisah
kelahiran Nabi Yahya AS terdapat dalam surat Ali-'Imrân: 38-41.
Oleh kaumnya, Nabi Yahya AS
dikenal sebagai orang alim, menguasai soal-soal keagamaan, dan hapal kitab
Taurat, dan menjadi hakim dalam hukum agama. Dalam usahanya menegakkan
kebenaran, Yahya dikenal sangat berani.
Pada masa itu, Hirodus, penguasa
Palestina, merencanakan menikah dengan kemenakannya sendiri, Hirodia. Hirodia
sendiri merasa senang jika diperistri oleh seorang raja. Ia adalah seorang
gadis yang haus kekuasan dan harta.
Yahya melarang pernikahan ini
karena bertentangan dengan syariat kitab Taurat dan Zabur. Seluruh istana pun
gempar, mereka setuju dengan pendapat Yahya. Raja menjadi malu dan murka. Ia
dan Hirodia berusaha mencari jalan untuk membungkam mulut Yahya, bahkan bila
perlu membunuhnya.
Maka suatu hari, dengan berdandan
cantik Hirodia datang menemui Yahya di rumahnya. Ia mencoba merayu Yahya untuk
melakukan perbuatan mesum. Ia berharap sesudah melakukan perbuatan nista itu
Yahya akan menjadi penurut dan tidak lagi menentang pernikahannya dengan Raja
Hirodus. Tentu saja rayuan ini ditolak dengan tegas oleh Yahya. Pemuda itu
tidak tergoda sedikit pun, bahkan sebaliknya ia merasa jijik dengan sikap
Hirodia yang sangat tidak bermoral itu. Ia mengusir Hirodia dengan suara sangat
keras seolah menggelegar di telinga Hirodia. Hirodia merasa malu dan terhina
sekali, karenanya ia merasa dendam dan sangat membenci Yahya.
Ia lalu memfitnah Yahya dengan
mengadu kepada Hirodus bahwa Yahya telah mencoba memperkosanya. Tentu saja
fitnahan Hirodia ini membakar kemarahan Raja Hirodus. Ia mengutus bala
tentaranya untuk memenggal kepala Yahya. Para tentara itu sebenarnya keberatan,
namun jika menolak mereka diancam dengan hukuman yang sangat berat. Maka dengan
segala cara mereka berusaha menangkap Yahya, membawanya ke penjara dan
memenggal kepalanya disana.
Nabi Yahya AS dikenal sebagai
seorang pembabtis, yaitu memandikan orang-orang berdosa yang bertaubat di tepi
sungai Yordan. Pemandian itu bukan berarti mensucikan dosa, melainkan hanya
sebagai tanda bahwa orang yang dimandikan telah bertaubat. Jadi taubatnya
inilah yang insya Allah akan mensucikan dosanya.
24. Isa AS
Kelahiran Isa yang aneh
Di antara kekuasaan Allah adalah
menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam,
serta menciptakan Isa tanpa ayah.
Ya, Nabi Isa AS adalah putra
Maryam binti Imran yang dilahirkan tanpa ayah, karena Maryam hamil tanpa
berhubungan dengan laki-laki.
Maryam adalah wanita salehah yang
sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu
ketika ia didatangi malaikat yang memberitahukan bahwa ia mengandung atas
seizin Allah SWT. Maryam merasa sangat sedih dan cemas karena khawatir namanya
akan tercemar. Menjelang kelahiran bayinya, ia segera meninggalkan daerah
tempat tinggalnya. Di bawah sebatang pohon kurma, jauh dari tempat asalnya,
Maryam melahirkan.
Peristiwa aneh ini akhirnya
diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh Maryam berbuat zina, namun
keajaiban terjadi, bayi yang baru dilahirkan itu menyelamatkan ibunya dengan
ucapan yang fasih bahwa ibunya tidak melakukan kesalahan dan semua ini terjadi
semata-mata kehendak Allah SWT. Bayi Maryam inilah yang kelak menjadi Nabi Isa
AS.
Kisah kelahiran Nabi Isa AS
terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 45-48, dan 59, surat Maryam: 16-35, Al-Anbiyâ:
91, dan At-Tahrîm: 12.
Mukjizat Nabi Isa AS
Sejak kecil, Isa telah
menunjukkan perilaku yang berbeda dibanding anak-anak sebayanya. Ia sangat haus
ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 tahun ia telah menghabiskan seluruh waktunya
untuk menuntut ilmu dan menghadiri pertemuan serta diskusi para ulama di
Baitulmakdis.
Nabi Isa AS, yang dalam agama
Nasrani dikenal dengan nama Yesus Kristus, menerima tugas kenabian pada usia 30
tahun di Bukit Zaitun. Ia segera memproklamasikan kerasulannya pada Bani
Israil. Saat itu kehidupan keagamaan Bani Israil sudah jauh menyimpang dari
ajaran Nabi Musa AS. Bahkan sebagian dari mereka telah murtad.
Para pemuka Bani Israil menuntut
Isa membuktikan kenabiannya. Allah SWT memberikan banyak mukjizat bagi Isa,
diantaranya ia dapat menghidupkan orang mati, menyembuhkan sejumlah penyakit,
menyembuhkan mata orang yang buta sejak lahir, membuat burung hidup dari tanah
liat, dan memberitahukan kepada orang-orang tentang apa yang mereka makan dan
mereka simpan di rumah-rumah mereka.
Mukjizatnya ini ditunjukkan pada
Bani Israil, dan dalam waktu relatif singkat, Nabi Isa AS berhasil memperoleh
banyak pengikut.
Selain mukjizat-mukjizat tsb,
Allah SWT juga menganugerahi kitab Injil.
Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS
dikisahkan dalam Al Qur'an surat Ãli-'Imrân: 49-50 dan Al-Mâ'idah: 110.
Kabar tentang akan datangnya Nabi
Akhir Zaman
Di antara tugas Nabi Isa AS
adalah memberitahukan tentang akan datangnya utusan Allah di akhir zaman yang
bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shâf: 6.
Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera
Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu,
membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.
(QS. 61:6)
Isa menyebut nama Muhammad dengan
perkataan Paraclet yang berasal dari kata Piracletus dalam bahasa Yunani. Kata
ini memang terdapat dalam Injil bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani, Piracletus
artinya yang terpuji. Arti ini sama dengan kata bahasa Arab Ahmad (=terpuji)
atau Muhammad (=orang yang terpuji).
Pengangkatan Isa ke sisi Allah
SWT
Nabi Isa AS diutus oleh Allah
kepada Bani Israil untuk meluruskan akhlak kaum Bani Israil yang telah
menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur yang dibawa oleh Nabi Musa AS dan Nabi
Daud AS. Dalam berdakwah, Nabi Isa AS didampingi para sahabatnya yang disebut
al-Hawâriyyûn, yang jumlahnya 12 orang, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani
Israil, sehingga masing-masing hawari ini ditugaskan untuk menyampaikan risalah
Injil bagi masing-masing suku Bani Israil.
Nama-nama ke-12 hawari itu
menurut Injil adalah sebagai berikut:
Simon bin Yunus (alias Petrus)
Andreas bin Yunus
Yakub bin Zabdi
Yahya bin Zabdi (alias Yohannes)
Pilipus
Natanael (alias Bartolomius)
Thomas
Matius bin Alpius (alias Lewi,
pemungut cukai dari Kapernaum)
Yakub bin Alpius
Lebeus (alias Tadius)
Simon Zelotes (dari Kanani)
Yudas Iskariot
Kisah para sahabat Nabi Isa AS
ini terdapat dalam surat Al-Mâ'idah: 111-115 dan surat Ãli-'Imrân: 52. Dalam
surat tsb diceritakan bahwa al-Hawâriyyûn meminta Nabi Isa AS menurunkan
makanan dari langit. Nama surat Al-Maidah yang berarti makanan diambil karena
mengandung kisah ini. Kejadian turunnya makanan dari langit ini makin menambah
ketebalan iman para pengikut Isa AS.
Karena makin lama pengikut Isa AS
semakin banyak, para pemuka Yahudi makin kehilangan pengaruh. Mereka lalu
membuat sejumlah tuduhan palsu terhadap Isa yang mengakibatkan pihak penguasa
Romawi memutuskan untuk menangkap Isa. Allah SWT yang melindungi rasul-Nya
menyelamatkan Isa dengan mengangkatnya ke sisi-Nya. Sementara itu, Yudas, murid
Isa AS yang munafik dan berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi
Isa AS kepada musuh yang mengejarnya, wajahnya dibuat oleh Allah SWT menjadi
serupa dengan Isa AS, sehingga dialah yang kemudian diambil pasukan raja dan
disalib di tiang kayu.
Kisah ini terdapat dalam surat
Ãli-'Imrân: 55 dan An-Nisâ: 157-158.
Menurut riwayat, 6 tahun setelah
pengangkatan Nabi Isa AS, Maryam wafat dan dimakamkan di sebuah gereja di
Baitulmakdis. Sementara itu para al-Hawâriyyûn yang selamat dari pengejaran
berdakwah menyebarkan ajaran Nabi Isa AS secara sembunyi-sembunyi
25. Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah nabi
pembawa risalah Islam, rasul terakhir penutup rangkaian nabi-nabi dan
rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah seorang dari yang tertinggi
di antara 5 rasul yang termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang
mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Keempat rasul lainnya dalam Ulul Azmi
tsb ialah Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Nuh AS.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Masa pengasuhan Haliman binti Abi
Du'aib as-Sa'diyah
Tanda-tanda kenabian
Gelar al-Amin
Pernikahan dengan Khadijah
Wahyu pertama
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi
Muhammad SAW
Peristiwa Isra Mi'raj
Hijrah
Terbentuknya Negara Madinah
Perang Badr
Perang Uhud
Perang Khandaq
Perjanjian Hudaibiyah
Penyebaran Islam ke negeri-negeri
lain
Kembali ke Mekah
Ibadah haji terakhir
Kembali ke Madinah
Wafatnya Nabi SAW
Ummul Mukminin
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah anggota
Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang
mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah Muttalib, seorang kepala
suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari
Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah Nabi Muhammad SAW
sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW
dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar,
yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan
Ka'bah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman.
Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Ka'bahnya sebagai pusat
perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar
Negus dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama
dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).
Dalam penyerangan Ka'bah itu,
tentara Abrahah hancur karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa
oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah. Abrahah sendiri lari kembali
ke Yaman dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam
Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-5.
Beberapa bulan setelah penyerbuan
tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama
Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun
Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah,
telah meninggal dunia.
Nama Muhammad diberikan oleh
kakeknya, Abdul Muttalib. Nama itu sedikit ganjil di kalangan orang-orang
Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul Muttalib, "Sungguh di luar
kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama
demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya mengerti. Dia memang
berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya ingin agar seluruh dunia
memujinya."
Masa pengasuhan Haliman binti Abi
Du'aib as-Sa'diyah
Adalah suatu kebiasaan di Mekah,
anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita desa dengan maksud supaya
ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang baik dan udara yang lebih
bersih. Saat Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa'ad datang ke Mekah
menghubungi keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya. Desa Sa'ad terletak
kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota Ta'if, suatu wilayah pegunungan yang
sangat baik udaranya.
di antara ibu-ibu tsb terdapat
seorang wanita bernama Halimah binti Abu Du'aib as Sa'diyah. Keluarga Halimah
tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk mengasuh Muhammad karena
keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi
Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil
Muhammad SAW sebagai anak asuhnya.
Ternyata kehadiran Muhammad SAW
sangat membawa berkah pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing
peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan susu
lebih banyak dari biasanya. Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh
subur. Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah menjadi bahagia dan
penuh kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh
itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Tanda-tanda kenabian
Sejak kecil Muhammad SAW telah
memperlihatkan keistimewaan yang sangat luar biasa.
Usia 5 bulan ia sudah pandai
berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah
bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala kambing.
Saat itulah ia berhenti menyusu dan karenanya harus dikembalikan lagi pada
ibunya. Dengan berat hati Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang
telah membawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang melihat anaknya
kembali dalam keadaan sehat dan segar.
Namun tak lama setelah itu
Muhammad SAW kembali diasuh oleh Halimah karena terjadi wabah penyakit di kota
Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik Halimah maupun anak-anaknya sering
menemukan keajaiban di sekitar diri Muhammad SAW. Anak-anak Halimah sering
mendengar suara yang memberi salam kepada Muhammad SAW, "Assalamu 'Alaika
ya Muhammad," padahal mereka tidak melihat ada orang di situ.
Dalam kesempatan lain, Dimrah,
anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan mengadukan bahwa ada dua orang
bertubuh besar-besar dan berpakaian putih menangkap Muhammad SAW. Halimah
bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai, Muhammad SAW menjawab, "Ada
2 malaikat turun dari langit. Mereka memberikan salam kepadaku, membaringkanku,
membuka bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air yang mereka bawa, lalu
menutup kembali dadaku tanpa aku merasa sakit."
Halimah sangat gembira melihat
keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad SAW, namun karena kondisi ekonomi
keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa mengembalikan Muhammad SAW, yang
saat itu berusia 4 tahun, kepada ibu kandungnya di Mekah.
Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad
SAW telah menjadi yatim-piatu. Aminah meninggal karena sakit sepulangnya ia
mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya. Setelah kematian Aminah,
Abdul Muttalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun
kemudian Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung jawab pemeliharaan Muhammad
SAW beralih pada pamannya, Abi Thalib.
Ketika berusia 12 tahun, Abi
Thalib mengabulkan permintaan Muhammad SAW untuk ikut serta dalam kafilahnya
ketika ia memimpin rombongan ke Syam (Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih
terlalu muda untuk ikut dalam perjalanan seperti itu, namun dalam perjalanan
ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad SAW.
Segumpal awan terus menaungi
Muhammad SAW sehingga panas terik yang membakar kulit tidak dirasakan olehnya.
Awan itu seolah mengikuti gerak kafilah rombongan Muhammad SAW. Bila mereka
berhenti, awan itu pun ikut berhenti. Kejadian ini menarik perhatian seorang
pendeta Kristen bernama Buhairah yang memperhatikan dari atas biaranya di
Busra. Ia menguasai betul isi kitab Taurat dan Injil. Hatinya bergetar melihat
dalam kafilah itu terdapat seorang anak yang terang benderang sedang
mengendarai unta. Anak itulah yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh
segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh Kebenaran yang dijanjikan
itu," pikirnya.
Pendeta itu pun berjalan
menyongsong iring-iringan kafilah itu dan mengundang mereka dalam suatu
perjamuan makan. Setelah berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan Muhammad SAW
sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang bernama Muhammad adalah calon nabi
yang ditunjuk oleh Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan
bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah tanda kenabian.
Saat akan berpisah dengan para
tamunya, pendeta Buhairah berpesan pada Abi Thalib, "Saya berharap Tuan
berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah nabi akhir zaman yang telah
ditunggu-tunggu oleh seluruh umat manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui
oleh orang-orang Yahudi. Mereka telah membunuh nabi-nabi sebelumnya. Saya tidak
mengada-ada, apa yang saya terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari
kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam perjalanan."
Apa yang dikatakan oleh pendeta
Kristen itu membuat Abi Thalib segera mempercepat urusannya di Suriah dan
segera pulang ke Mekah.
Gelar al-Amin
Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW
mendirikan Hilful-Fudûl, suatu lembaga yang bertujuan membantu orang-orang
miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang sedang kacau akibat perselisihan
yang terjadi antara suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl
inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW mulai tampak. Karena aktivitasnya
dalam lembaga ini, disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya semakin
terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi dagangnya semakin meluas karena
berita kejujurannya segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga ia mendapat
gelar Al-Amîn, yang artinya orang yang terpercaya.
Selain itu ia juga terkenal
sebagai orang yang adil dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika
bangunan Ka'bah rusak karena banjir. Penduduk Mekah kemudian bergotong-royong
memperbaiki Ka'bah. Saat pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar
Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku ingin
mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari
mereka kemudian berkata, "Serahkan putusan ini pada orang yang pertama
memasuki pintu Shafa ini."
Mereka semua menunggu, kemudian
tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana. Semua hadirin berseru, "Itu dia
al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua keputusannya."
Setelah mengerti duduk
perkaranya, Muhammad SAW lalu membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan
Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua kepala suku memegang tepi
sorban itu dan mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah sampai pada
ketinggian yang diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada tempatnya
semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku tsb dan
mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.
Pernikahan dengan Khadijah
Pada usia 25 tahun, atas
permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW
berangkat ke Suriah membawa barang dagangan saudagar wanita yang telah lama
menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh, seorang pembantu lelaki yang telah lama
bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW, Khadijah
telah menaruh simpati melihat penampilan Muhammad SAW yang sopan itu.
Kekagumannya semakin bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai Muhammad
SAW di Suriah melebihi perkiraannya.
Akhirnya Khadijah mengutus
Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad
SAW. Khadijah yang berusia 40 tahun, melamar Muhammad SAW untuk menjadi
suaminya.
Setelah bermusyawarah dengan
keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima dan dalam waktu dekat segera
diadakan upacara pernikahan dengan sederhana. yang hadir dalam acara itu antara
lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan Abu Bakar as-Siddiq.
Pernikahan bahagia itu dikaruniai
6 orang anak, terdiri dari 2 anak lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4
anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua anak
lelakinya meninggal selagi masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi
sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50 tahun.
Dalam kehidupan rumah-tangganya
dengan Khadijah, Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya. Sebaliknya
istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya pada suaminya. Kekayaan istrinya
digunakan oleh Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan tertindas.
Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum pernikahan mereka, semuanya ia
bebaskan, salah satunya adalah Zaid bin Haritsah yang kemudian menjadi anak
angkatnya.
Wahyu pertama
Menjelang usianya yang ke-40,
Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6 km
sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana.
Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang
benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di
hadapannya sambil berkata, "Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW
menjawab, "Mâ anâ bi qâri' (saya tidak dapat membaca)." Mendengar
jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW dengan sangat
erat, lalu melepaskannya dan kembali menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun
setelah dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang
sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu Allah SWT pertama, yang
artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama
Rabbmu yang Menciptakan. Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Rabbmulah yang Paling Pemurah. yang mengajar (manusia) dengan perantara
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS.
96: 1-5)
Saat itu Muhammad SAW berusia 40
tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan
berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama
ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul.
Setelah pengalaman luar biasa di
Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke rumah
dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku, selimuti aku." Sekujur
tubuhnya terasa panas dan dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah
ia bercerita kepada istrinya. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah
mengajak Nabi Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal,
yang banyak mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita
yang dialami Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah
dengan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah
memilihmu menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah
datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan
memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada
hari itu, aku akan berjuang membelamu."
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat
Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:
Hai orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah,
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74: 1-7)
Dengan turunnya surat
Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula ia melakukannya
secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya. Orang
pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama
kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara
sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki
pertama yang masuk Islam. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa
kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah
menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih
hidup.
Abu Bakar sendiri kemudian
berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti, Usman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan Talhah bin
Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk
Islam.
Setelah beberapa lama Nabi SAW
menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW
menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat
karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya.
Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus,
sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.
Langkah dakwah seterusnya diambil
Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa,
sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil orang banyak. Karena Muhammad SAW
adalah orang yang terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu
yang sangat penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian,
mula-mula Nabi SAW berkata, "Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di
belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah
kalian?"
Dengan serentak mereka menjawab,
"Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong. Kejujuran saudara
tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar al-Amin."
Kemudian Nabi SAW meneruskan,
"Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang nazir (pemberi
peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku memperingatkan
saudara-saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan
selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya dan saudara
nanti akan menyesal. Penyesalan kemudian tidak ada gunanya."
Tapi khotbah ini ternyata membuat
orang-orang yang berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari mereka ada yang
mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab berteriak, "Celakalah engkau
hai Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan
Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya
dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali dari
sabut. (QS. 111: 1-5)
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi
Muhammad SAW
Reaksi-reaksi keras menentang
dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa kenal lelah Nabi Muhammad SAW terus
melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai nyata. Hampir setiap hari ada
yang menggabungkan diri dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama
terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah.
Meskipun sebagian dari mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat
yang mendorong mereka beriman sangat membaja.
Tantangan dakwah terberat datang
dari para penguasa Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka ingin
mempertahankan tradisi lama disamping juga khawatir jika struktur masyarakat
dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi
Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial dan persamaan derajat. Mereka
menyusun siasat untuk melepaskan hubungan keluarga antara Abi Thalib dan Nabi
Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib memilih satu di antara dua:
memerintahkan Muhammad SAW agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada
mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman itu, ia meminta agar Muhammad SAW
menghentikan dakwahnya. Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata,
"Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini,
walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya."
Mendengar jawaban ini, Abi Thalib
pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu".
Gagal dengan cara pertama, kaum
Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah menemui Abi Thalib dengan membawa
seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad SAW. Pemuda itu bernama
Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan. Walid bin Mugirah
berkata, "Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami
Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang kami dan memecah belah
kita".
Usul Quraisy itu ditolak
mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata, "Sungguh jahat pikiran
kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan, dan saya
serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh suatu penawaran yang tak
mungkin saya terima."
Kembali mengalami kegagalan,
berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW secara langsung. Mereka mengutus
Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli retorika, untuk membujuk Nabi SAW. Mereka
menawarkan takhta, wanita, dan harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW,
asal Nabi SAW bersedia menghentikan dakwahannya. Namun semua tawaran itu
ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan, "Demi Allah, biarpun
mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku
tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama ini memang atau
aku binasa karenanya."
Setelah gagal dengan cara-cara
diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindak kekerasan.
Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka siksa dengan sangat kejam.
Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak
bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di
atas dadanya diletakkan batu yang besar dan berat.
Setiap suku diminta menghukum
anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia murtad kembali. Usman bin Affan
misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukul hingga babak belur oleh
anggota keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam
mendapat siksaan yang pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran,
dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya.
Kekejaman terhadap kaum Muslimin
mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar dari
Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam, pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi
SAW menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai negeri
tempat pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang
hati, dan suka menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan diterima
dengan tangan terbuka.
Rombongan pertama terdiri dari 10
orang pria dan 5 orang wanita. di antara rombongan tsb adalah Usman bin Affan
beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdur
Rahman bin Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja'far bin
Abi Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80
orang.
Berbagai usaha dilakukan oleh
kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk raja
negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam disana. Namun berbagai usaha itu
pun gagal. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin
bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman
tsb, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan
Umar bin Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki "Singa
Arab" itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan dakwah Muhammad SAW pada
waktu itu.
Hal ini membuat reaksi kaum
Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW terletak
pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun berusaha melumpuhkan Bani Hasyim
dengan melaksanakan blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan
suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani
Hasyim, termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka
buat dalam bentuk piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan
di dalam Ka'bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan
kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi
ke suatu lembah di luar kota Mekah.
Tindakan pemboikotan yang dimulai
pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW dan berlangsung selama 3 tahun itu
merupakan tindakan yang paling menyiksa. Pemboikotan itu berhenti karena
terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan pemboikotan
itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah yang mendorong mereka melanggar
perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya dapat
kembali pulang ke rumah masing-masing.
Setelah Bani Hasyim kembali ke
rumah mereka, Abi Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan pelindung utamanya,
meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari kemudian, Khadijah, istrinya,
juga meninggal dunia. Tahun ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan Tahun
Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW. Telebih sepeninggal dua
pendukungnya itu, kaum Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada
Nabi SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan dakwah ke luar kota,
yaitu ke Ta'if. Namun reaksi yang diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk
Ta'if), tidak jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW diejek, disoraki,
dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian kepala dan badannya.
Peristiwa Isra Mi'raj
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi
Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi'raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari
dari Masjidilharam di Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem.
Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi
Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit melalui beberapa tingkatan, terus menuju
Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana
Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT.
Dalam kesempatannnya berhadapan
langsung dengan Allah SWT inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk
mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam.
Peristiwa Isra Mi'raj ini
terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Isrâ' ayat 1.
Hijrah
Harapan baru bagi perkembangan
Islam muncul dengan datangnya jemaah haji ke Mekah yang berasal dari Yatsrib
(Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan itu untuk menyebarkan
agama Allah SWT dengan mendatangi kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu
diikuti oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi SAW.
Suatu ketika Nabi SAW bertemu
dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib. Setelah
Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka menyatakan diri masuk
Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka berkata, "Bangsa kami sudah lama
terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar
merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan
perantaramu dan ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan
berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari kamu ini."
Pada musim haji tahun berikutnya,
datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan Aus.
Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW,
mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka
dinamakan Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian kembali ke Yatsrib
sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja diutus
oleh Nabi SAW atas permintaan mereka.
Pada musim haji berikutnya,
jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang
sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka meminta agar Nabi SAW
bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala
ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan.
Mengetahui adanya perjanjian antara
Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin
kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi SAW memerintahkan para
sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah
rombongan-rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2
bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin telah berada di Yatsrib. Sementara itu
Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah bersama Nabi
SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.
Kaum Quraisy merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh
seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW,
sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar
diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2
ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW
menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang
direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa
diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu
Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah
Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua
itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman. Pada malam ke-4, setelah usaha
orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib,
keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah
bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor
unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama
Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak
pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi
SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di
desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah
Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang
kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi
SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan
diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu
kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim
ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu
mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan
dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan. Akhirnya waktu yang
ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan
kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu
Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari
Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit).
Kami wajib bersyukur, selama ada
orang yang menyeru kepada Ilahi,
Wahai orang yang diutus kepada
kami,
engkau telah membawa sesuatu yang
harus kami taati.
Setiap orang ingin agar Nabi SAW
singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi SAW hanya berkata, "Aku akan
menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak
hatinya."
Ternyata unta itu berhenti di
tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu
Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai
tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu
Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib
diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya
Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam
memancar ke seluruh dunia.
Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah
dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia
segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu
masyarakat baru.
Dasar pertama yang ditegakkannya
adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum
Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk
Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW
mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan
individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu
Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal.
Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan
dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah
menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar kedua adalah sarana
terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan.
Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah
SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk
berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul
dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang.
Nabi SAW merencanakan pembangunan
masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang
dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar,
dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya
terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di
dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan
persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah,
disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi
dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian
dengan mereka. Perjanjian tsb diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut
dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai
kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan
ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa
Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh
Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai
sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan
terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam
yang pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut
kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka
lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu
atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan
mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan
beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun
tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L.
Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi
Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke
Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke
Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini
Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja
digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan
yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang
baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha
memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badr
Perang Badr yang merupakan perang
antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada
tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi
antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini
berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW
gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri
dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang,
tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan
yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang
pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam
perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada.
Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak
senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati
menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam
Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani
persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para
tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai
membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang
masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian
apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badr,
Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka
ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW.
Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW
juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan
orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud
ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas
dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr.
Pasukan Quraisy, dengan dibantu
oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan
berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka
memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi
Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang.
Perang pun berkobar.
Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih
besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta
mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di
ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit
meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh.
Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam
keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan
gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan
balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan.
Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran.
Nabi SAW sendiri terkena serangan
musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang
diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka
mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Perang Uhuh ini menyebabkan 70
orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5
H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi
Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah.
Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari
10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan
agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka.
Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh
parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir
sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita
karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah
SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan,
persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin
dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah
dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani
Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam
Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah
haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat
bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin
berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk
itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk
menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka
berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah.
Orang-orang kafir Quraisy
melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara
untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian
Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
Kedua belah pihak setuju untuk
melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
Bila ada pihak Quraisy yang
menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut
Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus
mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
Tiap kabilah bebas melakukan
perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak Quraisy.
Kaum muslimin belum boleh
mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
Jika tahun depan kaum muslimin
memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
Kaum muslimin memasuki kota Mekah
dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan
tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat
perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk
kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong
kebijaksanaan ini:
Mekah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam,
diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
Apabila suku Quraisy dapat
diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang
Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji
ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah
menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat
kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Penyebaran Islam ke negeri-negeri
lain
Gencatan senjata dengan penduduk
Mekah memberi kesempatan kepada Nabi SAW untuk mengalihkan perhatian ke
berbagai negeri-negeri lain sambil memikirkan bagaimana cara mengislamkan
mereka. Salah satu cara yang ditempuh oleh Nabi SAW kemudian adalah dengan mengirim
utusan dan surat ke berbagai kepala negara dan pemerintahan.
di antara raja-raja yang dikirimi
surat oleh Nabi SAW adalah raja Gassan dari Iran, raja Mesir, Abessinia,
Persia, dan Romawi. Memang dengan cara itu tidak ada raja-raja yang masuk
Islam, namun setidaknya risalah Islam sudah sampai kepada mereka. Reaksi para
raja itu pun ada yang menolak dengan baik dan simpatik sambil memberikan
hadiah, ada pula yang menolak dengan kasar.
Raja Gassan termasuk yang menolak
dengan kasar. Utusan yang dikirim Nabi SAW dibunuhnya dengan kejam. Sebagai
jawaban, Nabi SAW kemudian mengirim pasukan perang sebanyak 3.000 orang dibawah
pimpinan Zaid bin Haritsah. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara
Semenanjung Arab.
Pasukan Islam mendapat kesulitan
menghadapi tentara Gassan yang mendapat bantuan langsung dari Romawi. Beberapa
syuhada gugur dalam pertempuran melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang
itu. di antara mereka yang gugur adalah Zaid bin Haritsah sendiri, Ja'far bin
Abi Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.
Melihat kekuatan yang tidak
seimbang itu, Khalid bin Walid, bekas panglima Quraisy yang sudah masuk Islam,
mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan Islam menarik diri dan kembali
ke Madinah.
Perang melawan tentara Gassan dan
pasukan Romawi ini disebut dengan Perang Mu'tah.
Kembali ke Mekah
Selama 2 tahun Perjanjian
Hudaibiyah, dakwah Islam sudah menjangkau Semenanjung Arab dan mendapat
tanggapan yang positif. Hampir seluruh Semenanjung Arab, termasuk suku-suku
yang paling selatan, telah menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat
orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata telah menjadi
senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara
sepihak orang-orang Quraisy membatalkan perjanjian tsb. Mereka menyerang Bani
Khuza'ah yang berada di bawah perlindungan Islam hanya karena kabilah ini
berselisih dengan Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy. Sejumlah orang
Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya dicerai-beraikan. Bani Khuza'ah
segera mengadu pada Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.
Rasulullah SAW segera bertolak
dengan 10.000 orang tentara untuk melawan kaum musyrik Mekah itu. Kecuali
perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan, Nabi Muhammad SAW tidak
mengalami kesukaran memasuki kota Mekah. Nabi SAW memasuki kota itu sebagai
pemenang. Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan. Mereka kemudian
menghancurkan patung-patung berhala di seluruh negeri. Allah SWT berfirman:
"...Kebenaran sudah datang
dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang
pasti lenyap."(QS. 17: 81)
Setelah melenyapkan
berhala-berhala itu, Nabi SAW berkhotbah menjanjikan ampunan bagi orang-orang
Quraisy. Setelah khotbah tsb, berbondong-bondong mereka datang dan masuk Islam.
Ka'bah bersih dari berhala dan tradisi-tradisi serta kebiasaan-kebiasaan
musyrik.
Sejak itu, Mekah kembali berada
di bawah kekuasaan Nabi SAW.
Setelah Mekah dapat dikalahkan,
masih terdapat suku-suku Arab yang menentang, yaitu Bani Saqif, Bani Hawazin,
Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Suku-suku ini berkomplot membentuk satu pasukan
untuk memerangi Islam karena ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka
yang diruntuhkan Nabi SAW dan umat Islam di Ka'bah. Pasukan mereka dipimpin
oleh Malik bin Auf (dari Bani Nasr).
Dalam perjalanan mereka ke Mekah,
mereka berkemah di Lembah Hunain yang sangat strategis.
Kurang lebih 2 minggu kemudian,
Nabi SAW memimpin sekitar 12.000 tentara menuju Hunain. Saat melihat banyak
pasukan Islam yang gugur, sebagian pasukan yang masih hidup menjadi goyah dan
kacau balau, sehingga Nabi SAW kemudian memberi semangat dan memimpin langsung
peperangan tsb. Akhirnya umat Islam berhasil menang. Pasukan musuh yang
melarikan diri ke Ta'if terus diburu selama beberap minggu sampai akhirnya mereka
menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf, menyatakan diri masuk Islam.
Dengan ditaklukannya Bani Saqif
dan Bani Hawazin, kini seluruh Semenanjung Arab berada di bawah satu
kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraclius,
pemimpin Romawi, menyusun pasukan besar di Suriah, kawasan utara Semenanjung
Arab yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung
Bani Gassan dan Bani Lachmides.
Dalam masa panen dan pada musim
yang sangat panas, banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk berperang
bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi kemudian menarik diri setelah melihat betapa
besarnya pasukan yang dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri tidak melakukan
pengejaran, melainkan ia berkemah di Tabuk. Disini Nabi SAW membuat beberapa
perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian daerah perbatasan itu
dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang yang terjadi di Tabuk ini
merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku
dari seluruh pelosok Arab yang mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW
untuk menyatakan tunduk kepada Nabi SAW. Masuknya orang Mekah ke dalam agama
Islam mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk Arab. Oleh karena itu,
tahun ini disebut dengan Tahun Perutusan atau 'Âm al-Bi'sah. Mereka yang datang
ke Mekah, rombongan demi rombongan, mempelajari ajaran-ajaran Islam dan setelah
itu kembali ke negeri masing-masing untuk mengajarkan kepada kaumnya. Dengan
cara ini, persatuan Arab terbentuk. Peperangan antar suku yang berlangsung
selama ini berubah menjadi persaudaraan agama. Pada saat itu turunlah firman
Allah SWT:
Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110: 1-3)
Kini apa yang ditugaskan kepada
Nabi Muhammad SAW sudah tercapai.
Di tengah-tengah suatu bangsa
yang tenggelam dalam kebiadaban, telah lahir seorang nabi.
Ia telah berhasil membacakan
ayat-ayat Allah SWT kepada mereka dan mensucikannya serta mengajarkan kitab dan
hikmah kepada mereka, padahal sebelumnya mereka berada dalam kegelapan yang
pekat.
Pada awalnya Nabi Muhammad SAW
mendapati mereka bergelimang dalam ketakhyulan yang merendahkan derajat
manusia, lalu ia mengilhami mereka dengan kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan
yang Maha Besar dan Maha Kasih Sayang.
Saat mereka bercerai-berai dan
terlibat dalam peperangan yang seolah tak ada habisnya, dipersatukannya mereka
dalam ikatan persaudaraan.
Kalau sebelumnya Semenanjung Arab
berada dalam kegelapan rohani, maka ia datang membawa cahaya terang-benderang
untuk menyinari rohani mereka.
Pekerjaannya selesai sudah, dan
seluruhnya dikerjakan dengan baik semasa hidupnya.
Disinilah letak keunggulan Nabi
Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi yang lain.
Ibadah haji terakhir
Pada tahun 10 H, Nabi SAW
mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada'.
Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23
Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah
turut menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi
Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu
antara lain:
larangan menumpahkan darah
kecuali dengan haq (benar) dan mengambil harta orang lain dengan bathil
(salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.
larangan riba dan larangan
menganiaya
perintah untuk memperlakukan para
istri dengan baik serta lemah lembut
perintah menjauhi dosa
semua pertengkaran di antara
mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan
pembalasan dengan tebusan darah
sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan
persaudaraan dan persamaan di
antara manusia harus ditegakkan
hamba sahaya harus diperlakukan
dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan memakai apa
yang dipakai majikannya
dan yang terpenting, bahwa umat
Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan pernah usang,
yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.
Setelah itu Nabi SAW bertanya
kepada seluruh jemaah, "Sudahkan aku menyampaikan amanat Allah,
kewajibanku, kepada kamu sekalian?"
Jemaah yang ada di hadapannya
segera menjawab, "Ya, memang demikian adanya."
Nabi Muhammad SAW kemudian
menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah, Engkaulah menjadi
saksiku."
Dengan kata-kata seperti itu
Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.
Kembali ke Madinah
Setelah upacara haji yang lain
disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah. Disinilah ia menghabiskan
sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi masyarakat di kabilah-kabilah yang telah
memeluk Islam dan menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas keamanan dan
para da'i dikirimnya ke berbagai daerah untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam,
mengatur peradilan Islam, dan memungut zakat. Salah seorang di antara petugas
itu adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah
hadist Mu'az yang terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW agar Mu'az
menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur persoalan-persoalan agama
apabila ia tidak menemukan petunjuk dalam Al-Qur'an dan hadist Nabi SAW.
Pada saat-saat itu pula wahyu
Allah SWT yang terakhir turun:
"... Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu ..." (QS. 5: 3)
Mendengar ayat ini, banyak orang
yang bergembira karena telah sempurna agama mereka, tetapi ada pula yang
menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa ayat itu jelas merupakan
pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW.
Wafatnya Nabi SAW
Dua bulan setelah menunaikan
ibadah haji wada' di Madinah, Nabi SAW sakit demam. Meskipun badannya mulai
lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah kondisinya tidak
memungkinkan lagi, yaitu 3 hari menjelang wafatnya, ia tidak mengimami shalat
berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat.
Tenaganya dengan cepat semakin berkurang.
Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8
Juni 632, Nabi Muhammad SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah
istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat terakhir, "Ingatlah
shalat, dan taubatlah...".
0 comments:
Post a Comment