Friday, November 2, 2012

Perjalana Deplomasi Indonesia Dalam Kancah Global

KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Segala puji dan syukur kehazirat Allah yang mana oleh allah telah memberikan kita kesehatan jasmani dan rohani, sehingga saya  selaku penyusun telah dapat menyusun sebuah makalah yang berjudul “Perjalana Deplomasi Indonesia Dalam Kancah Global

Isi makalah ini merupakan hasil pengamatan saya Siswa Sekolah Umum (SMU) Negeri 1  Kutamakmur. Yaitu dengan membaca buku-buku pustaka yang berhubungan dengan Perjalanan.

Saya selaku penyusun menyadari bahwa hasil makalah ini masih sangat jauh dari kebenarannya, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran-saran dari semua Siswa dan siswi kususnya dan seluruh para pembaca pada umumnya, demi kebaikan dan kemeslahatan di masa yang akan datang.

Terima kasih saya ucapkan kepada Guru pembimbing yang kami hormati, selaku pendidik yang telah memberikan arahan dan saran-saran dalam melakukan tugas ini. Sehingga dengan adanya saran dan arahan beliau selesailah tugas kmai Dan juga dapat di jadikan pedoman tambahan bagi siswa maupun siswi khususnya.




Lhokseumawe, ………./……….2010


P e n y u s u n


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………           1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………          2
BAB    I           PENDAHULUAN…………………………………………….…….           3
A. Latar Belakang Masalah………………………..………………...           3
BAB    II         PEMBAHASAN…………………………………………….............           4 
                        A. Indonesia Di Kancah Internasional……………………………....           4 
                             1.  Indonesia Bisa Lebih Berperan Di Kancah Internasional ……
                        B. IISY di Kancah Global……………………………………………          6
C. Duta Teruna menjadi Duta Budaya……………………………….          7
D. Kurikulum Nasional atau Kurikulum Internasional………………           9
1. Partnership…………………………………………………          10
2. Politik Luar Negeri Bebas Aktif……………………………         10
E. Pemantapan Politik Luar Negeri  dan Peningkatan Kerja sama Internasional……………………………………………………………       11
F. Kondisi Umum……………………………………………………...        11
G. Sasaran Pembangunan Tahun 2007……………………………….          12
H. Arah Kebijakan Pembangunan…………………………………….         12

BAB III          :           PENUTUP
a.                   Kesimpulan………………………………………....            13
b.                  Daftar Perpustakaan………………………………….          14







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya politik luar negeri Indonesia senantiasa amat dipengaruhi oleh realitas politik domestik Indonesia.  Dilain sisi situasi politik domestik Indonesia juga tidak dapat terlepas dari konstelasi politik global. Politik luar negeri indonesia bebas aktif pada era demokrasi liberal tentulah menjadi situasi politik yang menarik untuk dicermati. Pada masa era itu dimana Indonesia masih berupa bayi yang baru terlahir setelah sekian lama dikandung dalam situasi kolonialisme (penjajahan), harus menentukan sikap politik luar negerinya ditengah konstelasi politik global yang terkungkung oleh perang dingin antara blok Barat yang berideologikan liberalis kapitalis di bawah komando Amerika Serikat dan blok Timur yang berideologi Sosialis komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Dalam situasi ini tuntutan terhadap sebuah Negara yang baru merdeka seperti Indonesia untuk menentukan sikap dan posisinya dalam kancah politik Global. Secara genius para Founding Fathers kita mampu menentukan sikap politik luar negeri yaitu Bebas Aktif. Yang menjadi menarik  di sini adalah kita tahu bahwa sejarah pergerakan nasional indonesia yang menghantarkan kita pada kemerdekaan tidaklah terlepas dari pertarungan kepentingan kedua blok yang bertikai dalan kancah politik global tersebut untuk saling memperluas hegemoninya.
kedekatan dengan blok barat dan dekat dengan blok Timur menjelang akhir dari masa demokrasi liberal atau demokrasi parlementer ini.

B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka ditemukan beberapa masalah yang akan dibahas selanjutnya yaitu Mengapa Indonesia mengambil politik luar negeri bebas aktif? Kecenderungan apakah yang menjadi dasar sehingga kebijakan luar negeri Indonesia dinamakan Bebas Aktif? Seperti apakah konstelasi politik baik domestic maupun global yang terjadi pada saat demokrasi liberal? Bagimana pola Hubungan Internasional yang dibangun dan dijalani oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Politik Luar Negeri Bebas Aktif tersebut?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Indonesia Di Kancah Internasional

1. Indonesia Bisa Lebih Berperan Di Kancah Internasional
London, 1/6 (ANTARA) - Indonesia bisa lebih berperan dalam kancah internasional dan rasa "minder" (rendah diri) yang diwariskan penjajah sudah waktunya dihapus. Demikian kesimpulan umum temu masyarakat Indonesia di KBRI Moskow, Minggu (waktu setempat) sehari menjelang dilaksanakan interfaith dialogue bersama Prof Dr Azzumardi Azra, Romo Magnis Suseno dan Pendeta Nathan Setiabudi. Dialog juga menyimpulkan bahwa kemampuan yang ada dan keharmonisan kehidupan antara umat tidak bisa dinafikan bagi pembangunan nasional. Ketua Panitia Interfaith Dialogue, Berlian Napitupulu, kepada koresponden ANTARA London, Senin mengatakan pertemuan yang dimoderatori Dubes RI Hamid Awaludin dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat Indonesia berkomunikasi dengan pakar di kota ujung dunia bagian utara tersebut.
Azzumardi Azra, mengatakan dengan SDM yang semakin berkembang serta potensi kekayaan budaya, pengalaman serta ekonomi yang sangat besar, maka Indonesia sudah waktunya untuk lebih mendongakkan kepala. Sebagai bangsa yang memiliki Umat Islam terbesar di seluruh dunia, sudah selayaknya Indonesia memainkan peranan penting dalam mempertemukan antara dunia Islam dan dunia Barat yang sering dipersepsikan akan terjadinya clash of civilization. "Kita jelas harus berperan dan punya kewajiban menjembatani antara umat Islam dimanapun dengan masyarakat Kristiani di Barat," katanya. Hal senada diungkapkan Romo Magnis Suseno yang menggarisbawahi bahwa Umat Islam di Indonesia merupakan umat yang sangat terbuka atas modernitas, toleran dan demokratis. Karena itu, kesulitan apapun yang menimpa bangsa ini maka pasti akan ditemukan jalan keluar, ujarnya. Kerjasama antara Umat Islam dan Kristiani saat ini sangat berkembang sebagai turunan dari makin tingginnya komunikasi antara pemimpin kedua kelompok. "Jujur saja, tokoh seperti Nurkholis Madjid, Gus Dur dan Amien Rais besar jasanya," kata Romo. Kedekatan antara kedua kelompok kepercayaan ini, menurut Magnis Suseno, akan mengantarkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan besar.

B. IISY di Kancah Global
IISY (Indonesian International School Yangon) adalah satu-satunya sekolah Indonesia di luar negeri yang memiliki label international. Sejak tahun pelajaran 2004/2005 pelabelan ini menempatkannya di posisi antara keinginan untuk mempertahankan keberadaan dengan beban berat yang sudah disadari sejak awal. Keberanian untuk melangkah maju dan berubah dari Sekolah Indonesia Duta Teruna Yangon menjadi salah satu sekolah yang memiliki karakter tersendiri memungkinkan sekolah ini mampu lebih bersaing dengan sekolah internasional lain yang sudah mapan.
1. Duta Teruna menjadi Duta Budaya
Secara formal, IISY memiliki dua induk: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Luar Negeri (Deplu) yang diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon. Dalam hal teknis pengelolaan kurikulum dan manajemen sekolah, IISY menjadikan peraturan-peraturan Depdiknas sebagai pedoman pokok. Dalam perjalanannya IISY mengakomodir permintaan-permintaan masyarakat setempat yang ingin mempersiapkan masa depan putra-putrinya sesuai dengan perencanaan keluarga mereka. Bapak Wahono, kepala sekolah terdahulu sebagai pendiri IISY menyebut pendekatan ini sebagai kurikulum Indonesia Plus.
Kekhawatiran akan ditutupnya sekolah, mengingat keterbatasan jumlah siswa, tampaknya sekarang bukan merupakan hambatan lagi. Yang terjadi adalah bertambahnya beban manajemen sekolah. Upaya untuk memadukan kurikulum nasional dengan keinginan untuk mengakomodir permintaan masyarakat setempat akan kurikulum internasional menuntut kerja keras dari pengelola sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah dan guru-guru Indonesia yang saat ini hanya berjumlah tiga orang. Dengan beban jam mengajar yang tinggi, maka inovasi akan berjalan lambat. Untuk itu diperlukan penambahan jumlah guru Indonesia dalam waktu yang dekat. Jika tidak, maka perlu waktu yang lama bagi IISY untuk bisa mensejajarkan diri dengan sekolah internasional lainnya.

2. Kurikulum Nasional atau Kurikulum Internasional?
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, kurikulum Indonesia Plus sebenarnya adalah upaya IISY untuk membuat sintesa dengan mencoba melebur dikhotomi nasional-internasional. Pada kurikulum ini, karakter nasional religius masih kuat dipertahankan. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic serta pelajaran Sejarah atau History, melaksanakan pengelompokkan siswa Indonesia dan asing. Untuk siswa Indonesia, materi dan acuan persis sama dengan yang digunakan di Indonesia, sedangkan untuk siswa asing, mereka dibekali kewarganegaraan dan sejarah tentang Myanmar atau negara-negara Asia. Begitu pula halnya dengan pelajaran agama, diberikan dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok agama Islam, Kristen dan Budha. Dengan demikian penanaman akhlak, sikap, dan budi pekerti bisa dilaksanakan secara formal.
Untuk pelajaran bahasa Inggris, IISY memberikan porsi jam pelajaran yang banyak. Hal ini dilakukan mengingat dua hal. Pertimbangan pertama, bahasa pengantar sekolah adalah bahasa Inggris serta pertimbangan kedua adalah target mengikuti ujian internasional bagi siswa kelas X untuk pelajaran ini.
Pada tahun ajaran 2008/2009, empat orang siswa yang dikirim ke British Council (salah satu perwakilan resmi dari Cambridge International Examinations (CIE)) mengikuti program Core examination semuanya lulus dan berhak mendapat sertifikat IGCSE (International General Certificate for Secondary Education). Sebuah awal yang cukup bagus. Untuk tahun pelajaran 2009/2010, IISY mempersiapkan sepuluh orang siswa untuk mengikuti ujian sejenis pada periode Mei-Juni tahun 2010.
Pada tahun ajaran 2008/2009 pula, Matematika adalah pelajaran kedua selain bahasa Inggris yang diikutkan dalam ujian IGCSE. Dari empat orang kandidat, satu orang ungraded karena gangguan kesehatan selama masa persiapan. Seperti halnya pada pelajaran bahasa Inggris, IISY tengah mempersiapkan para siswa untuk mengikuti ujian Matematika untuk periode Mei-Juni tahun 2010.
Pelajaran ketiga yang sedang dipersiapkan adalah Science. Sehingga pada tahun pelajaran 2009/2010, diproyeksikan tiga mata pelajaran akan diikutsertakan dalam ujian internasional. Secara bertahap, pelan tetapi pasti, IISY melangkah ke kancah persaingan global. Dikatakan demikian karena penyelenggara ujian adalah lembaga yang memiliki kualifikasi internasional dan sertifikat yang dikeluarkan pun diterima secara luas di berbagai negara.
3. Partnership
Untuk lebih memantapkan persiapan ujian internasional, IISY telah menjalin partnership dengan British Council Yangon. Kemudahan untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki Britich Council serta dokumen pengakuan terhadap IISY sebagai salah satu pusat belajar memberikan dorongan lebih kuat bagi semua pihak terkait untuk lebih serius dan giat bekerja guna memenangkan persaingan.
Itulah sekilas IISY dalam perjuangannya untuk menjadi sekolah yang mempromosikan Indonesia, melayani kepentingan nasional sekaligus mengakomodir kepentingan masyarakat setempat. Pola ini mungkin bisa mengilhami sekolah-sekolah lain baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri untuk bisa membubuhkan label internasional, meskipun masih terbatas pada sebagian kecil rombongan belajar. Sehingga pada gilirannya, label internasional akan lebih bermakna baik bagi siswa maupun bagi sekolah yang bersangkutan.
Perjalanan masih panjang. Kerja keras, improvisasi, dan keinginan untuk maju masih sangat diperlukan untuk menjadikan IISY atau sekolah lain yang ingin terjun ke kancah internasional bisa memiliki pengakuan atas keinternasionalanya, meskipun secara isi, kurikulum nasional tidak bisa dikatakan lebih rendah dari kurikulum internasional, kecuali untuk mata pelajaran bahasa Inggris. So, keep on struggling!

C. Politik Luar Negeri Bebas Aktif
            Secara teoritis dasar pembentukan politik luar negeri berdasarkan yang diajukan oleh Graham Alison maka proses pembentukan politik luar negeri Indonesia bebas aktif merupakan hasil dari model Rasional Aktor, yang mana tokohnya adalah Ir. Muhamad Hatta. Seperti diketahui dalam keterangan sebagai pemerintah tentang politiknya dimuka sidang badan pekerja KNIP di Yogyakarta, yang diajukannya pada tanggal 2 september 1948. pidatonya yang kemudian diberi judul “Mendayung Antara Dua Karang”.
            Dalam keterangan pemerintah tanggal 2 september 1948 itu Bung Hatta bertanya, “mestikah kita bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro Rusia dan pro Amerika? Apakah kita tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?”.
            Kemudian Bung Hatta melanjutkan “ pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya”
            Kutipan penjelasan Bung Hatta jauh kemudian pada bulan januari 1976 mengenai politik, bebas aktif tersebut, sebagai berikut:  Dalam bulan september 1948 sebagai wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan,saya  memberi keterangan kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan dan politik Negara Republik Indonesia dewasa itu. RI menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Sejak keterangan saya itu politik luar negeri Republik Indonesia di sebut ‘politik bebas aktif’. Bebas, artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga; Aktif, artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan seluruh bangsa.
Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional.
 D. Pemantapan Politik Luar Negeri  dan Peningkatan Kerja sama Internasional 
1. Kondisi Umum
            Situasi politik dan keamanan dunia pada tahun 2005 relatif lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.  Tidak ada perang terbuka di dunia, sementara kawasan Asia-Pasifik relatif aman dan stabil.  Konflik-konflik internal di berbagai belahan dunia juga mereda.  Bahkan konflik menahun, misalnya di Aceh, justru dapat diselesaikan melalui proses perdamaian.  Banyak yang menilai penyelesaian konflik di Aceh dapat menjadi contoh atau model bagi penyelesaian konflik-konflik internal di negara-negara lain. Indonesia juga telah tampil kembali sebagai pemain aktif di kawasan Asia Timur yang berkembang sangat dinamis.  Munculnya China sebagai kekuatan ekonomi serta India yang mulai bangkit telah menciptakan dinamika baru dalam tata hubungan antar-negara di kawasan, yang pada gilirannya ikut mempengaruhi hubungan-hubungan politik dan keamanan serta proses kerja sama dan integrasi kawasan.  Oleh karena itu, harus sudah diantisipasi keperluan penataan kearah suatu equilibrium baru di kawasan, dalam satu atau dua dasawarsa mendatang. 
 Perjalanan diplomasi Indonesia di tahun 2005 juga ditandai oleh raihan-raihan penting di tingkat kawasan, khususnya dalam forum ASEAN dan East Asia Summit. Di samping itu, penyelenggaraan KTT Asia-Afrika di Jakarta dan Peringatan 50 Tahun KAA 1955 di Bandung pada bulan April 2005 bukan saja sukses dari segi teknis penyelenggaraannya, tetapi juga dari segi substansi yang dihasilkannya.  Diperoleh banyak apresiasi bahwa kemitraan Asia-Afrika sebagai konsep baru ternyata bisa diluncurkan 50 tahun setelah KAA 1955.  Juga banyak diperoleh apresiasi bahwa di tengah berbagai persoalan yang sedang dihadapi, Indonesia dapat dengan tegar memprakarsai dan menyelenggarakan suatu peristiwa bersejarah.  Hal ini telah mengoreksi gambaran Indonesia yang sepertinya terpuruk tiada henti sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 hingga kesulitan akibat bencana tsunami. 
Bencana alam dan tsunami seolah-olah juga menjadi titik balik penting yang mampu mengedepankan diplomasi Indonesia dalam kancah global. Contoh yang paling mengemuka adalah penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada 26 Desember 2004. Meskipun tidak direncanakan sebelumnya, diplomasi berkewajiban untuk memberikan kontribusi maksimal yang dikemas dalam diplomasi kemanusiaan.  Suatu prestasi yang membanggakan bahwa melalui diplomasi kemanusiaan, Indonesia telah mampu mengkanalisasi kepedulian yang luar biasa besarnya dari masyarakat internasional, sehingga penanganan tahap tanggap darurat maupun rekonstruksi dan rehabilitasi dapat dijalankan dengan relatif lebih baik.  Dalam hitungan hari, Indonesia telah mampu menyelenggarakan KTT Khusus ASEAN pasca Tsunami dan Gempa Bumi di Jakarta (5 Januari 2005) yang terbukti telah sangat membantu dalam proses penanganan bantuan luar negeri. Dan bahkan dalam upaya pencegahan seperti “tsunami early warning system”. 
Pada tahun 2006 diperkirakan gelombang demokratisasi masih akan terus berlangsung dan tidak akan mungkin dapat dicegah kemajuannya. Pemerintah-pemerintah otoriter di dunia kalaupun belum dapat runtuh seluruhnya diperkirakan akan mengalami perlemahan (weakening) yang serius. Keberhasilan negara otoriter pada tahun-tahun sebelumnya dalam mencegah demokratisasi, seperti halnya yang terjadi di beberapa negara bekas Uni Soviet, Afrika Utara dan Asia Selatan, hanya akan menunda sebentar keberhasilannya. Sedangkan yang masih setengah demokratis (semi demokratis) akan terus mendapat tekanan-tekanan, baik dari masyarakatnya, maupun oleh realitas dunia untuk makin bergerak ke arah demokrasi sepenuhnya. Bahkan negara-negara demokrasi maju sekalipun sedang mengalami dinamika-dinamika koreksi dalam hal demokrasi, berkaitan dengan peran negara dan masyarakat sipil.  
Di samping itu, polarisasi akan semakin kuat dari berbagai kekuatan-kekuatan baru maupun lama dalam politik internasional. Polarisasi bervariasi tingkatannya baik berdasarkan isu-isu maupun polariasasi berdasarkan ideologi yang memang sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini. Perselisihan transatlantik antara Amerika Serikat dan Eropa karena masalah perang Irak masih akan berlanjut, yang tidak mustahil akan mengimbas pada persoalan ekonomi dan perdagangan antar keduanya.  Selain itu, terorisme masih akan menjadi persoalan keamanan global yang memerlukan kerjasama internasional yang efektif.  
Globalisasi, termasuk di bidang perdagangan dan HAM, dan berbagai fenomena lintas batas seperti terorisme, penyelundupan orang dan migrasi internasional baik untuk tujuan ekonomi maupun politik, akan terus menjadi pertimbangan penting dalam hubungan luar negeri. Di samping itu, dinamika hubungan internasional telah memunculkan isu-isu baru yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya termasuk yang bersifat non-konvensional.  Selain itu masalah ketidakseimbangan hubungan negara-negara maju dengan negara-negara berkembang khususnya dalam konteks hubungan perdagangan dan ekonomi, secara umum masih terus mendominasi warna pergaulan internasional. Menyusul kegagalan pertemuan World Trade Organization (WTO) di Cancun, Meksiko, WTO menyelenggarakan Konperensi Tingkat Menteri (KTM) ke VI untuk mencari kesepakatan Program Kerja Agenda Pembangunan Doha, perdagangan jasa, aturan main, dan isu-isu pembangunan. Partisipasi aktif Indonesia dalam pertemuan tersebut mencerminkan pengakuan negara-negara penting anggota WTO bahwa Indonesia memainkan peran kunci dalam membentuk format perdagangan multilateral di masa datang. Salah satu hasil penting dari KTM IV tersebut adalah dicantumkannya batas akhir penurunan subsidi ekspor untuk produk-produk pertanian dari negara-negara maju sampai dengan tahun 2013. Indonesia akan terus mengupayakan terciptanya suatu sistem perdagangan multilateral yang lebih adil, terbuka, tidak diskriminatif dan dapat mendukung kepentingan pembangunan di negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, Indonesia juga akan terus mendorong peningkatan solidaritas dan kerjasama ekonomi, perdagangan dan pembangunan antarnegara berkembang. 
 Aksi-aksi kekerasan terorisme internasional di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia akan menjadi ancaman dan tantangan terbesar bagi pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Indonesia di masa mendatang. Di tingkat bilateral Indonesia terus dituntut untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai negara seperti Australia, AS, Jepang dan negara-negara tetangga Asia Tenggara lainnya untuk meningkatkan kemampuan aparatur negara dalam memerangi terorisme internasional. Hal yang sama juga berlaku di tingkat regional, misalnya ASEAN di mana Indonesia perlu mendorong berlanjutnya kerjasama kongkrit antar negara dalam pemberantasan terorisme internasional.  Masalah terorisme tidak dapat dipisahkan dari isu radikalisme dan kemiskinan. Karena itu, penanganan isu terorisme mesti menyentuh isu-isu kesejahteraan, penciptaan kehidupan yang lebih baik dan penyelenggaraan dialog antaragama yang konstruktif. Dalam masalah kecenderungan penggunaan kekerasan dan ancaman terorisme internasional, masyarakat internasional memang memerlukan soliditas sikap dalam memerangi tindakan yang tidak manusiawi tersebut.  Namun demikian, pada saat bersamaan masyarakat dunia juga dituntut untuk menekuni kemungkinan akar permasalahan sesungguhnya yang menjadi pemicu utama menguatnya aksi-aksi kekerasan internasional dewasa ini.  Rasionalitas dan keterbukaan pikiran masyarakat internasional diharapkan akan membantu membuka jalan bagi tumbuhnya sikap bersama yang tegas namun obyektif dalam menghadapi bahaya terorisme internasional. Kompleksitas isu itu semakin diperumit oleh kecenderungan menguatnya isu perlombaan senjata (arms race) di antara negara-negara maju. Sikap saling curiga dan inkonsistensi masyarakat internasional dalam menegakkan standar-standar obyektif bagi pengaturan persenjataan (arms control) maupun perlucutan senjata (disarmament) secara menyeluruh, khususnya senjata pemusnah massal, merupakan kelemahan utama yang mungkin sulit untuk diselesaikan dalam waktu dekat ini. 
Masalah kejahatan yang berbentuk trans-national crime seperti illicit-trade, illicit drug, human trafficking atau people smuggling merupakan ancaman serius bagi negara seperti Indonesia yang memiliki posisi geografis yang strategis bagi suburnya pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas batas tersebut. Karena itu, sebagai negara asal maupun transit bagi operasi tindak  trans-national crime itu, Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui suatu format kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan utama yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis kejahatan seperti ini adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara kunci baik secara bilateral maupun multilateral dan mengembangkan kerjasama teknis dalam pemberantasan terorisme, bajak laut, pencucian uang, cyber crime, penyelundupan dan perdagangan manusia dan senjata serta lalu lintas obat-obat terlarang (illicit drug/drug trafficking). 
2. Sasaran Pembangunan Tahun 2007
 Sasaran yang hendak dicapai dalam Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional adalah meningkatnya kualitas diplomasi Indonesiam dalam memperoleh dukungan internasional bagi keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI melalui kerjasama strategis di tingkat bilateral, regional dan internasional, dan mengedepankan peran indonesia menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian dunia.

3. Arah Kebijakan Pembangunan
1.      Memperkuat kinerja diplomasi Indonesia dalam penyelesaian masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga serta terciptanya dukungan solid dan konsisten masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI.
2.      Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam penguatan kerjasama kawasan, terutama dalam mewujudkan tiga pilar komunitas ASEAN serta kemitraan stretagis Asia-Afrika.
3.      Meningkatkan upaya-upaya penanganan kejahatan trans-nasional dan terorisme internasional yang sesuai dengan kepentingan nasional serta sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.
4.      Meningkatkan prakarsa dan kepemimpinan Indonesia dalam mendorong proses reformasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bersifat berimbang dan menyeluruh sesuai dengan kepentingan bersama umat manusia.
5.      Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatkan pelaksanaan diplomasi publik bagi promosi citra dan kemajuan pembangunan Indonesia serta partisipasi publik dalam perumusan kebijakan.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstelasi politik Indonesia paska kemerdekaan selalu tampil dalam beberapa varian utama yang mendominasi perjalanan republic ini menuju kemerdekaan seutuknya. Pertarungan politik domestic menjadi penyerta utama pada masa Demokrasi Liberal selain diplomasi yang berusaha mendapatkan pengakuan Internasional terhadap Republik ini.
            Politik luar negeri Bebas Aktif menjadi jawaban atas tuntutan gejolak politik Global paska perang dunia II yang terpolarisasi dalam pertarungan dua Blok besar dunia atas nama perbedaan ideology, yang mengharuskan Negara-negara dunia ketiga paska kolonial harus menentukan pilihan politik luar negerinya. Para Founding Fathers secara brilian mampu merumuskan politik luar negeri yang tidak terjebak dalam alur politik global yang terkena sindrom perang Dingin. Disisi lain pertentangan terbuka antar kekuatan politik dalam negeri kerap membawa dampak pada implementasi politik luar negeri yang kerap keluar jalur dari konsep Bebas Aktif yang di kemukakan oleh Ir. Muhammad Hatta dalm pidatonya yan g berjudul Mendayung Antara Dua Karang.
            Demokrasi Terpimpim yang juga sering disebut masa percobaan Demokrasi mempunyai pertarungan politik domestic yam\ngh di akibatkan oleh terfragmentasinya kepentingan-kepentingan politik olek elit politik yang bermain di masa itu. Politik luar negeri bebas aktif pada mesa itu yang kemudian menjadi dasar politik luar negeri Bangasi ini hingga kini memasuki masa uji atas kelayakkannya untuk menjadi dasar dari plolitik luar negeri sebuah Negara yang bernama Republik Indonesia.
            Sedikit banyak pertarungan politik baik itu Global maupun Domestik yang ternyata sangat memperngaruhi pola alur politik bangsa Indonesia telah di gambarkan dalam makalah ini yang tentunya jauh pula dari yang namanya kesempurnaan. Kiranya makalah ini menjadi penghantar diskusi yang komprehensif  dalm perkuliahan ini.



Kepustakaan

Leifer, Michael. Politik Luar Negeri Indonesia. PT. Gramedia, Jakarta.1989
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.2005
Swasono, Sri-Edi. Ridzal, Fauzi, Satu Abad Bung Hatta, Demokrasi kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. UIP, Yogyakarta. 2002
Fortuna Anwar, Dewi. Politik Luar Negeri Indonesia Pasca Perang Dingin. 2 April 1995, Di down load dari www. google.com
Politik Luar Negeri Indonesia: Antara Idealisme Dan Rasionalisme. 26 April 2007, di down load dari www, google .com




mm:



0 comments:

Post a Comment

Blog Dian Alm II © 2008. Template by: Infonetmu