KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Segala
puji dan syukur kehazirat Allah yang mana oleh allah telah memberikan kita
kesehatan jasmani dan rohani, sehingga saya
selaku penyusun telah dapat menyusun sebuah makalah yang berjudul “Perjalana
Deplomasi Indonesia Dalam Kancah Global”
Isi
makalah ini merupakan hasil pengamatan saya Siswa Sekolah Umum (SMU) Negeri 1 Kutamakmur. Yaitu dengan membaca buku-buku
pustaka yang berhubungan dengan Perjalanan.
Saya
selaku penyusun menyadari bahwa hasil makalah ini masih sangat jauh dari
kebenarannya, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran-saran dari
semua Siswa dan siswi kususnya dan seluruh para pembaca pada umumnya, demi
kebaikan dan kemeslahatan di masa yang akan datang.
Terima
kasih saya ucapkan kepada Guru pembimbing yang kami hormati, selaku pendidik
yang telah memberikan arahan dan saran-saran dalam melakukan tugas ini.
Sehingga dengan adanya saran dan arahan beliau selesailah tugas kmai Dan juga
dapat di jadikan pedoman tambahan bagi siswa maupun siswi khususnya.
Lhokseumawe, ………./……….2010
P e n y u s u n
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….……. 3
A. Latar Belakang Masalah………………………..………………... 3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………............. 4
A.
Indonesia
Di Kancah Internasional…………………………….... 4
1. Indonesia Bisa
Lebih Berperan Di Kancah Internasional ……
B. IISY di
Kancah Global…………………………………………… 6
C. Duta Teruna menjadi Duta Budaya………………………………. 7
D. Kurikulum
Nasional atau Kurikulum Internasional……………… 9
1. Partnership………………………………………………… 10
2. Politik Luar Negeri Bebas Aktif…………………………… 10
E. Pemantapan
Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerja sama Internasional…………………………………………………………… 11
F. Kondisi
Umum……………………………………………………... 11
G. Sasaran
Pembangunan Tahun 2007………………………………. 12
H. Arah Kebijakan
Pembangunan……………………………………. 12
BAB III : PENUTUP
a.
Kesimpulan……………………………………….... 13
b.
Daftar Perpustakaan…………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya politik luar negeri Indonesia
senantiasa amat dipengaruhi oleh realitas politik domestik Indonesia. Dilain sisi situasi politik domestik Indonesia
juga tidak dapat terlepas dari konstelasi politik global. Politik luar negeri indonesia
bebas aktif pada era demokrasi liberal tentulah menjadi situasi politik yang
menarik untuk dicermati. Pada masa era itu dimana Indonesia masih berupa bayi yang
baru terlahir setelah sekian lama dikandung dalam situasi kolonialisme
(penjajahan), harus menentukan sikap politik luar negerinya ditengah konstelasi
politik global yang terkungkung oleh perang dingin antara blok Barat yang
berideologikan liberalis kapitalis di bawah komando Amerika Serikat dan blok
Timur yang berideologi Sosialis komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Dalam
situasi ini tuntutan terhadap sebuah Negara yang baru merdeka seperti Indonesia
untuk menentukan sikap dan posisinya dalam kancah politik Global. Secara genius
para Founding Fathers kita mampu menentukan sikap politik luar negeri yaitu
Bebas Aktif. Yang menjadi menarik di
sini adalah kita tahu bahwa sejarah pergerakan nasional indonesia yang menghantarkan kita
pada kemerdekaan tidaklah terlepas dari pertarungan kepentingan kedua blok yang
bertikai dalan kancah politik global tersebut untuk saling memperluas
hegemoninya.
kedekatan
dengan blok barat dan dekat dengan blok Timur menjelang akhir dari masa
demokrasi liberal atau demokrasi parlementer ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka ditemukan beberapa masalah yang
akan dibahas selanjutnya yaitu Mengapa Indonesia mengambil politik luar
negeri bebas aktif? Kecenderungan apakah yang menjadi dasar sehingga kebijakan
luar negeri Indonesia
dinamakan Bebas Aktif? Seperti apakah konstelasi politik baik domestic maupun
global yang terjadi pada saat demokrasi liberal? Bagimana pola Hubungan
Internasional yang dibangun dan dijalani oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Politik Luar
Negeri Bebas Aktif tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Indonesia Di Kancah Internasional
1. Indonesia Bisa
Lebih Berperan Di Kancah Internasional
Azzumardi
Azra, mengatakan dengan SDM yang semakin berkembang serta potensi kekayaan
budaya, pengalaman serta ekonomi yang sangat besar, maka Indonesia sudah
waktunya untuk lebih mendongakkan kepala. Sebagai bangsa yang memiliki Umat
Islam terbesar di seluruh dunia, sudah selayaknya Indonesia memainkan peranan penting
dalam mempertemukan antara dunia Islam dan dunia Barat yang sering
dipersepsikan akan terjadinya clash of civilization. "Kita jelas harus
berperan dan punya kewajiban menjembatani antara umat Islam dimanapun dengan
masyarakat Kristiani di Barat," katanya. Hal senada diungkapkan Romo
Magnis Suseno yang menggarisbawahi bahwa Umat Islam di Indonesia merupakan umat
yang sangat terbuka atas modernitas, toleran dan demokratis. Karena itu,
kesulitan apapun yang menimpa bangsa ini maka pasti akan ditemukan jalan
keluar, ujarnya. Kerjasama antara Umat Islam dan Kristiani saat ini sangat
berkembang sebagai turunan dari makin tingginnya komunikasi antara pemimpin
kedua kelompok. "Jujur saja, tokoh seperti Nurkholis Madjid, Gus Dur dan
Amien Rais besar jasanya," kata Romo. Kedekatan antara kedua kelompok
kepercayaan ini, menurut Magnis Suseno, akan mengantarkan Bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang maju dan besar.
B. IISY di
Kancah Global
IISY (Indonesian International
School Yangon) adalah satu-satunya sekolah Indonesia di luar negeri yang
memiliki label international.
Sejak tahun pelajaran 2004/2005 pelabelan ini menempatkannya di posisi antara
keinginan untuk mempertahankan keberadaan dengan beban berat yang sudah
disadari sejak awal. Keberanian untuk melangkah maju dan berubah dari Sekolah
Indonesia Duta Teruna Yangon menjadi salah satu sekolah yang memiliki karakter
tersendiri memungkinkan sekolah ini mampu lebih bersaing dengan sekolah
internasional lain yang sudah mapan.
1. Duta Teruna menjadi
Duta Budaya
Secara formal, IISY memiliki dua
induk: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Luar Negeri
(Deplu) yang diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon . Dalam hal teknis pengelolaan kurikulum dan
manajemen sekolah, IISY menjadikan peraturan-peraturan Depdiknas sebagai
pedoman pokok. Dalam perjalanannya IISY mengakomodir permintaan-permintaan
masyarakat setempat yang ingin mempersiapkan masa depan putra-putrinya sesuai
dengan perencanaan keluarga mereka. Bapak Wahono, kepala sekolah terdahulu
sebagai pendiri IISY menyebut pendekatan ini sebagai kurikulum Indonesia Plus.
Kekhawatiran akan ditutupnya
sekolah, mengingat keterbatasan jumlah siswa, tampaknya sekarang bukan
merupakan hambatan lagi. Yang terjadi adalah bertambahnya beban manajemen
sekolah. Upaya untuk memadukan kurikulum nasional dengan keinginan untuk mengakomodir
permintaan masyarakat setempat akan kurikulum internasional menuntut kerja
keras dari pengelola sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah dan guru-guru Indonesia
yang saat ini hanya berjumlah tiga orang. Dengan beban jam mengajar yang
tinggi, maka inovasi akan berjalan lambat. Untuk itu diperlukan penambahan
jumlah guru Indonesia
dalam waktu yang dekat. Jika tidak, maka perlu waktu yang lama bagi IISY untuk
bisa mensejajarkan diri dengan sekolah internasional lainnya.
2. Kurikulum Nasional
atau Kurikulum Internasional?
Seperti yang telah dikemukakan
terdahulu, kurikulum Indonesia Plus sebenarnya adalah upaya IISY untuk membuat
sintesa dengan mencoba melebur dikhotomi nasional-internasional. Pada kurikulum
ini, karakter nasional religius masih kuat dipertahankan. Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) atau Civic serta pelajaran Sejarah atau History,
melaksanakan pengelompokkan siswa Indonesia dan asing. Untuk siswa Indonesia , materi dan acuan persis sama dengan
yang digunakan di Indonesia ,
sedangkan untuk siswa asing, mereka dibekali kewarganegaraan dan sejarah
tentang Myanmar atau
negara-negara Asia . Begitu pula halnya dengan
pelajaran agama, diberikan dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok agama
Islam, Kristen dan Budha. Dengan demikian penanaman akhlak, sikap, dan budi
pekerti bisa dilaksanakan secara formal.
Untuk pelajaran bahasa Inggris,
IISY memberikan porsi jam pelajaran yang banyak. Hal ini dilakukan mengingat
dua hal. Pertimbangan pertama, bahasa pengantar sekolah adalah bahasa Inggris serta
pertimbangan kedua adalah target mengikuti ujian internasional bagi siswa kelas
X untuk pelajaran ini.
Pada tahun ajaran 2008/2009,
empat orang siswa yang dikirim ke British Council (salah satu perwakilan resmi
dari Cambridge International Examinations (CIE)) mengikuti program Core
examination semuanya lulus dan berhak mendapat sertifikat IGCSE (International
General Certificate for Secondary Education). Sebuah awal yang cukup bagus.
Untuk tahun pelajaran 2009/2010, IISY mempersiapkan sepuluh orang siswa untuk
mengikuti ujian sejenis pada periode Mei-Juni tahun 2010.
Pada tahun ajaran 2008/2009
pula, Matematika adalah pelajaran kedua selain bahasa Inggris yang diikutkan
dalam ujian IGCSE. Dari empat orang kandidat, satu orang ungraded karena
gangguan kesehatan selama masa persiapan. Seperti halnya pada pelajaran bahasa
Inggris, IISY tengah mempersiapkan para siswa untuk mengikuti ujian Matematika
untuk periode Mei-Juni tahun 2010.
Pelajaran ketiga yang sedang
dipersiapkan adalah Science. Sehingga pada tahun pelajaran 2009/2010,
diproyeksikan tiga mata pelajaran akan diikutsertakan dalam ujian
internasional. Secara bertahap, pelan tetapi pasti, IISY melangkah ke kancah
persaingan global. Dikatakan demikian karena penyelenggara ujian adalah lembaga
yang memiliki kualifikasi internasional dan sertifikat yang dikeluarkan pun
diterima secara luas di berbagai negara.
3. Partnership
Untuk lebih memantapkan
persiapan ujian internasional, IISY telah menjalin partnership dengan British
Council Yangon. Kemudahan untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki Britich
Council serta dokumen pengakuan terhadap IISY sebagai salah satu pusat belajar
memberikan dorongan lebih kuat bagi semua pihak terkait untuk lebih serius dan
giat bekerja guna memenangkan persaingan.
Itulah sekilas IISY dalam
perjuangannya untuk menjadi sekolah yang mempromosikan Indonesia , melayani kepentingan
nasional sekaligus mengakomodir kepentingan masyarakat setempat. Pola ini
mungkin bisa mengilhami sekolah-sekolah lain baik yang berada di dalam negeri maupun
di luar negeri untuk bisa membubuhkan label internasional, meskipun masih
terbatas pada sebagian kecil rombongan belajar. Sehingga pada gilirannya, label
internasional akan lebih bermakna baik bagi siswa maupun bagi sekolah yang
bersangkutan.
Perjalanan masih panjang. Kerja
keras, improvisasi, dan keinginan untuk maju masih sangat diperlukan untuk
menjadikan IISY atau sekolah lain yang ingin terjun ke kancah internasional
bisa memiliki pengakuan atas keinternasionalanya, meskipun secara isi, kurikulum
nasional tidak bisa dikatakan lebih rendah dari kurikulum internasional,
kecuali untuk mata pelajaran bahasa Inggris. So, keep on struggling!
C. Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Secara
teoritis dasar pembentukan politik luar negeri berdasarkan yang diajukan oleh
Graham Alison maka proses pembentukan politik luar negeri Indonesia bebas aktif merupakan
hasil dari model Rasional Aktor, yang mana tokohnya adalah Ir. Muhamad Hatta.
Seperti diketahui dalam keterangan sebagai pemerintah tentang politiknya dimuka
sidang badan pekerja KNIP di Yogyakarta, yang diajukannya pada tanggal 2
september 1948. pidatonya yang kemudian diberi judul “Mendayung Antara Dua
Karang”.
Dalam
keterangan pemerintah tanggal 2 september 1948 itu Bung Hatta bertanya,
“mestikah kita bangsa Indonesia ,
yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih
antara pro Rusia dan pro Amerika? Apakah kita tak ada pendirian yang lain harus
kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?”.
Kemudian
Bung Hatta melanjutkan “ pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita
ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan internasional,
melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang menentukan sikap kita sendiri,
berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya”
Kutipan
penjelasan Bung Hatta jauh kemudian pada bulan januari 1976 mengenai politik,
bebas aktif tersebut, sebagai berikut:
Dalam bulan september 1948 sebagai wakil Presiden merangkap Perdana
Menteri dan Menteri Pertahanan,saya
memberi keterangan kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan dan
politik Negara Republik Indonesia dewasa itu. RI menghadapi berbagai kesulitan
yang tidak sedikit. Sejak keterangan saya itu politik luar negeri Republik Indonesia
di sebut ‘politik bebas aktif’. Bebas, artinya
menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga; Aktif, artinya menuju perdamaian dunia
dan bersahabat dengan seluruh bangsa.
Tampak jelas bahwa
ide dasar politik luar negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama
sekali bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi
dilandasi pemikiran rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip
realisme dalam menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan
ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta
dengan tegas menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas
kesanggupan kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil
keuntungan daripada pergolakan politik internasional.
D. Pemantapan
Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerja sama Internasional
1. Kondisi Umum
Situasi politik dan keamanan dunia
pada tahun 2005 relatif lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada
perang terbuka di dunia, sementara kawasan Asia-Pasifik relatif aman dan
stabil. Konflik-konflik internal di berbagai belahan dunia juga
mereda. Bahkan konflik menahun, misalnya di Aceh, justru dapat
diselesaikan melalui proses perdamaian. Banyak yang menilai penyelesaian
konflik di Aceh dapat menjadi contoh atau model bagi penyelesaian
konflik-konflik internal di negara-negara lain. Indonesia
juga telah tampil kembali sebagai pemain aktif di kawasan Asia Timur yang
berkembang sangat dinamis. Munculnya China
sebagai kekuatan ekonomi serta India
yang mulai bangkit telah menciptakan dinamika baru dalam tata hubungan antar-negara di kawasan, yang pada gilirannya
ikut mempengaruhi hubungan-hubungan politik dan keamanan serta proses kerja
sama dan integrasi kawasan. Oleh karena itu, harus sudah diantisipasi
keperluan penataan kearah suatu equilibrium baru di kawasan, dalam satu atau dua dasawarsa mendatang.
Perjalanan diplomasi Indonesia di tahun 2005 juga
ditandai oleh raihan-raihan penting di tingkat kawasan, khususnya dalam forum
ASEAN dan East Asia Summit. Di samping itu, penyelenggaraan KTT Asia-Afrika di
Jakarta dan Peringatan 50 Tahun KAA 1955 di Bandung pada bulan April
2005 bukan saja sukses dari segi teknis penyelenggaraannya, tetapi juga dari
segi substansi yang dihasilkannya. Diperoleh banyak apresiasi bahwa
kemitraan Asia-Afrika sebagai konsep baru ternyata bisa diluncurkan 50 tahun
setelah KAA 1955. Juga banyak diperoleh
apresiasi bahwa di tengah berbagai persoalan yang sedang dihadapi, Indonesia
dapat dengan tegar memprakarsai dan menyelenggarakan suatu peristiwa
bersejarah. Hal ini telah mengoreksi gambaran Indonesia yang sepertinya
terpuruk tiada henti sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 hingga
kesulitan akibat bencana tsunami.
Bencana alam dan tsunami seolah-olah juga menjadi titik balik
penting yang mampu mengedepankan diplomasi Indonesia dalam kancah global.
Contoh yang paling mengemuka adalah penanganan bencana gempa bumi dan tsunami
di Aceh dan Nias pada 26 Desember 2004. Meskipun tidak direncanakan sebelumnya,
diplomasi berkewajiban untuk memberikan kontribusi maksimal yang dikemas dalam
diplomasi kemanusiaan. Suatu prestasi yang membanggakan bahwa melalui
diplomasi kemanusiaan, Indonesia
telah mampu mengkanalisasi kepedulian yang luar biasa besarnya dari masyarakat
internasional, sehingga penanganan tahap tanggap darurat maupun rekonstruksi
dan rehabilitasi dapat dijalankan dengan relatif lebih baik. Dalam
hitungan hari, Indonesia
telah mampu menyelenggarakan KTT Khusus ASEAN pasca Tsunami dan Gempa Bumi di
Jakarta (5 Januari 2005) yang terbukti telah sangat membantu dalam proses
penanganan bantuan luar negeri. Dan bahkan dalam upaya pencegahan seperti “tsunami
early warning system”.
Pada tahun 2006 diperkirakan gelombang demokratisasi
masih akan terus berlangsung dan tidak akan mungkin dapat dicegah kemajuannya.
Pemerintah-pemerintah otoriter di dunia kalaupun belum dapat runtuh seluruhnya
diperkirakan akan mengalami perlemahan (weakening) yang serius.
Keberhasilan negara otoriter pada tahun-tahun sebelumnya dalam mencegah demokratisasi,
seperti halnya yang terjadi di beberapa negara bekas Uni Soviet, Afrika Utara
dan Asia Selatan, hanya akan menunda sebentar keberhasilannya. Sedangkan yang
masih setengah demokratis (semi demokratis) akan terus mendapat
tekanan-tekanan, baik dari masyarakatnya, maupun oleh realitas dunia untuk
makin bergerak ke arah demokrasi sepenuhnya. Bahkan negara-negara demokrasi
maju sekalipun sedang mengalami dinamika-dinamika koreksi dalam hal demokrasi,
berkaitan dengan peran negara dan masyarakat sipil.
Di samping itu,
polarisasi akan semakin kuat dari berbagai kekuatan-kekuatan baru maupun lama dalam politik internasional. Polarisasi
bervariasi tingkatannya baik berdasarkan isu-isu maupun polariasasi berdasarkan
ideologi yang memang sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini.
Perselisihan transatlantik antara Amerika Serikat dan Eropa karena masalah
perang Irak masih akan berlanjut, yang tidak mustahil akan mengimbas pada
persoalan ekonomi dan perdagangan antar keduanya. Selain itu, terorisme masih
akan menjadi persoalan keamanan global yang
memerlukan kerjasama internasional yang efektif.
Globalisasi,
termasuk di bidang perdagangan dan HAM, dan berbagai fenomena lintas batas
seperti terorisme, penyelundupan orang dan migrasi internasional baik untuk
tujuan ekonomi maupun politik, akan terus menjadi pertimbangan penting dalam
hubungan luar negeri. Di samping itu, dinamika hubungan internasional telah
memunculkan isu-isu baru yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya
termasuk yang bersifat non-konvensional. Selain itu masalah
ketidakseimbangan hubungan negara-negara maju dengan negara-negara berkembang
khususnya dalam konteks hubungan perdagangan dan ekonomi, secara umum masih
terus mendominasi warna pergaulan internasional. Menyusul kegagalan pertemuan
World Trade Organization (WTO) di Cancun, Meksiko, WTO menyelenggarakan
Konperensi Tingkat Menteri (KTM) ke VI untuk mencari kesepakatan Program Kerja
Agenda Pembangunan Doha, perdagangan jasa, aturan main, dan isu-isu
pembangunan. Partisipasi aktif Indonesia
dalam pertemuan tersebut mencerminkan pengakuan negara-negara penting anggota
WTO bahwa Indonesia
memainkan peran kunci dalam membentuk format perdagangan multilateral di masa
datang. Salah satu hasil penting dari KTM IV tersebut adalah dicantumkannya
batas akhir penurunan subsidi ekspor untuk produk-produk pertanian dari
negara-negara maju sampai dengan tahun 2013. Indonesia akan terus mengupayakan
terciptanya suatu sistem perdagangan multilateral yang lebih adil, terbuka,
tidak diskriminatif dan dapat mendukung kepentingan pembangunan di
negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, Indonesia juga akan terus mendorong
peningkatan solidaritas dan kerjasama ekonomi, perdagangan dan pembangunan
antarnegara berkembang.
Aksi-aksi kekerasan
terorisme internasional di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia akan menjadi ancaman dan tantangan
terbesar bagi pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Indonesia di
masa mendatang. Di tingkat bilateral Indonesia
terus dituntut untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai negara seperti Australia ,
AS, Jepang dan negara-negara tetangga Asia Tenggara lainnya untuk meningkatkan
kemampuan aparatur negara dalam memerangi terorisme internasional. Hal yang
sama juga berlaku di tingkat regional, misalnya ASEAN di mana Indonesia perlu mendorong
berlanjutnya kerjasama kongkrit antar negara dalam pemberantasan terorisme
internasional. Masalah terorisme tidak dapat dipisahkan dari isu
radikalisme dan kemiskinan. Karena itu, penanganan isu terorisme mesti menyentuh
isu-isu kesejahteraan, penciptaan kehidupan yang lebih baik dan penyelenggaraan
dialog antaragama yang konstruktif. Dalam masalah kecenderungan penggunaan
kekerasan dan ancaman terorisme internasional, masyarakat internasional memang
memerlukan soliditas sikap dalam memerangi tindakan yang tidak manusiawi
tersebut. Namun demikian, pada saat bersamaan masyarakat dunia juga
dituntut untuk menekuni kemungkinan akar permasalahan sesungguhnya yang menjadi
pemicu utama menguatnya aksi-aksi kekerasan internasional dewasa ini.
Rasionalitas dan keterbukaan pikiran masyarakat internasional diharapkan akan
membantu membuka jalan bagi tumbuhnya sikap bersama yang tegas namun obyektif
dalam menghadapi bahaya terorisme internasional. Kompleksitas isu itu semakin
diperumit oleh kecenderungan menguatnya isu perlombaan senjata (arms race)
di antara negara-negara maju. Sikap saling curiga dan inkonsistensi masyarakat
internasional dalam menegakkan standar-standar obyektif bagi pengaturan
persenjataan (arms control) maupun perlucutan senjata (disarmament)
secara menyeluruh, khususnya senjata pemusnah massal, merupakan kelemahan utama
yang mungkin sulit untuk diselesaikan dalam waktu dekat ini.
Masalah
kejahatan yang berbentuk trans-national crime seperti illicit-trade,
illicit drug, human trafficking atau people smuggling
merupakan ancaman serius bagi negara seperti Indonesia yang memiliki posisi
geografis yang strategis bagi suburnya pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas
batas tersebut. Karena itu, sebagai negara asal maupun transit bagi operasi
tindak trans-national crime itu, Indonesia dituntut untuk terus
meningkatkan upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui
suatu format kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan
utama yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis
kejahatan seperti ini adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan
beberapa negara kunci baik secara bilateral maupun multilateral dan
mengembangkan kerjasama teknis dalam pemberantasan terorisme, bajak laut,
pencucian uang, cyber crime, penyelundupan dan perdagangan manusia dan
senjata serta lalu lintas obat-obat terlarang (illicit drug/drug trafficking).
2. Sasaran
Pembangunan Tahun 2007
Sasaran
yang hendak dicapai dalam Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerjasama Internasional adalah meningkatnya kualitas diplomasi Indonesiam dalam
memperoleh dukungan internasional bagi keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI
melalui kerjasama strategis di tingkat bilateral, regional dan internasional,
dan mengedepankan peran indonesia menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian
dunia.
3. Arah Kebijakan
Pembangunan
1.
Memperkuat kinerja diplomasi Indonesia dalam penyelesaian
masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga serta terciptanya dukungan
solid dan konsisten masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kesatuan
wilayah NKRI.
2.
Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam penguatan kerjasama
kawasan, terutama dalam mewujudkan tiga pilar komunitas ASEAN serta kemitraan stretagis
Asia-Afrika.
3.
Meningkatkan upaya-upaya penanganan kejahatan
trans-nasional dan terorisme internasional yang sesuai dengan kepentingan
nasional serta sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.
4.
Meningkatkan prakarsa dan kepemimpinan Indonesia
dalam mendorong proses reformasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bersifat
berimbang dan menyeluruh sesuai dengan kepentingan bersama umat manusia.
5.
Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatkan pelaksanaan diplomasi
publik bagi promosi citra dan kemajuan pembangunan Indonesia serta partisipasi publik
dalam perumusan kebijakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstelasi politik Indonesia paska kemerdekaan selalu
tampil dalam beberapa varian utama yang mendominasi perjalanan republic ini
menuju kemerdekaan seutuknya. Pertarungan politik domestic menjadi penyerta
utama pada masa Demokrasi Liberal selain diplomasi yang berusaha mendapatkan
pengakuan Internasional terhadap Republik ini.
Politik
luar negeri Bebas Aktif menjadi jawaban atas tuntutan gejolak politik Global
paska perang dunia II yang terpolarisasi dalam pertarungan dua Blok besar dunia
atas nama perbedaan ideology, yang mengharuskan Negara-negara dunia ketiga
paska kolonial harus menentukan pilihan politik luar negerinya. Para Founding
Fathers secara brilian mampu merumuskan politik luar negeri yang tidak terjebak
dalam alur politik global yang terkena sindrom perang Dingin. Disisi lain
pertentangan terbuka antar kekuatan politik dalam negeri kerap membawa dampak
pada implementasi politik luar negeri yang kerap keluar jalur dari konsep Bebas
Aktif yang di kemukakan oleh Ir. Muhammad Hatta dalm pidatonya yan g berjudul
Mendayung Antara Dua Karang.
Demokrasi
Terpimpim yang juga sering disebut masa percobaan Demokrasi mempunyai
pertarungan politik domestic yam\ngh di akibatkan oleh terfragmentasinya
kepentingan-kepentingan politik olek elit politik yang bermain di masa itu.
Politik luar negeri bebas aktif pada mesa itu yang kemudian menjadi dasar
politik luar negeri Bangasi ini hingga kini memasuki masa uji atas
kelayakkannya untuk menjadi dasar dari plolitik luar negeri sebuah Negara yang
bernama Republik Indonesia .
Sedikit
banyak pertarungan politik baik itu Global maupun Domestik yang ternyata sangat
memperngaruhi pola alur politik bangsa Indonesia telah di gambarkan dalam
makalah ini yang tentunya jauh pula dari yang namanya kesempurnaan. Kiranya
makalah ini menjadi penghantar diskusi yang komprehensif dalm perkuliahan ini.
Kepustakaan
Leifer, Michael. Politik Luar Negeri Indonesia .
PT. Gramedia, Jakarta.1989
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia
Modern 1200-2004, PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.2005
Swasono, Sri-Edi. Ridzal, Fauzi, Satu Abad
Bung Hatta, Demokrasi kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. UIP, Yogyakarta . 2002
Fortuna Anwar, Dewi. Politik Luar Negeri Indonesia
Pasca Perang Dingin. 2 April 1995, Di down load dari www. google.com
Politik Luar Negeri Indonesia :
Antara Idealisme Dan Rasionalisme. 26 April 2007, di down load dari www, google
.com
0 comments:
Post a Comment